PENGANTAR REDAKSI:
Rencana pendirian perguruan tinggi di Kabupaten Simeulue “Ate Fulawan” tidak saja mendapat dukungan penuh dari masyarakat di Pulau bagian Barat Provinsi Aceh itu, namun dukungan dan respon yang sama juga mengalir dari sejumlah tokoh masyarakat asal Simeulue di tanah perantauan. Salah satu tokoh itu, adalah Rusdi Rais, S.H., putra Simeulue yang kini sukses meniti karirnya di Kota Gudeg, Yogyakarta. Menurut Rusdi, kehadiran sebuah perguruan tinggi di Simeulue secara langsung akan mendokrak kredibilitas kabupaten ini di bidang pendidikan. Selama ini, generasi muda Simeulue, jika ingin melanjutkan sekolah mereka (kuliah), harus berjuang menyeberangi lautan, mengeluarkan biaya yang cukup besar, serta meninggalkan kampung halaman dalam jangka waktu lama. Namun, jika perguruan tinggi itu sudah ada, maka semua permasalahan yang dihadapi para orang tua yang ingin menyekolahkan anak-anak mereka ke jenjang pendidikan tinggi tidak akan kesulitan lagi. Bagi Rusdi Rais yang besar di rantau namun menyatakan cintanya yang luar biasa pada Simeulue, sudah saatnya Simeulue menunjukkan eksistensikan kepada dunia bahwa Simeulue bisa menjadi gerbang dunia, punya SDM unggul, serta siap bersaing menghadapi tantangan kompleks di era globalisasi sekarang ini. Bagaimana konkrit pemikiran-pemikiran tokoh Simeulue yang aktif di berbagai organisasi sosial kemasyrakatan ini? Berikut petikan wawancara Muhammad Subhan dengan Rusdi Rais dalam sebuah kesempatan berbincang-bincang di kediamannya Jalan Nogosari 43, Kadipaten, Kraton, Yogyakarta beberapa waktu lalu.
***
Apa Anda sudah mendengar tentang rencana pendirian perguruan tinggi di Simeulue?
Sudah. Saya sudah membacanya di SKS yang dikirim Pak Awal (Awaluddin Kahar, Pemred SKS—red). Beberapa kawan di Simeulue via telepon juga mengontak saya, menceritakan rencana tentang berita itu. Wah, sebuah langkah maju saya kira bagi Kabupaten Simeulue.
Apakah Anda mendukung?
Tentu. Sangat mendukung sekali. Saya memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten Simeulue yang cepat tanggap mendengar aspirasi masyarakat. Inilah cita-cita yang telah sekian lama dimimpikan masyarakat Simeulue. Dulu, di usia belia, saya selalu merasa iri melihat banyak orang bisa kuliah ke luar Simeulue, seperti ke Banda Aceh dan ke Medan. Lalu, saya berpikir juga, kenapa hanya ke Banda Aceh dan Medan saja kuliah. Saya pun nekat mencoba mengadu nasib ke Jawa, khususnya di Yogyakarta, lalu saya kuliah di sana. Tapi kan, kalau semua generasi muda Simeulue memilih kuliah di daerah orang, meninggalkan kampung halaman, otomatis mereka hanya menghidupkan negeri orang itu. Maka, sejak lama saya juga sudah berpikir, seandainya di Simeulue ada sebuah perguruan tinggi terbaik, Simeulue akan semakin maju dan berkembang.
Apa efeknya dengan adanya perguruan tinggi ini?
Sangat banyak tentu dampak bagi Simeulue. Sederhananya begini, jika perguruan tinggi itu sudah ada, anak-anak Simeulue semuanya akan kuliah di sini. Membangun universitas itu, yang mengerjakannya adalah masyarakat Simeulue. Setelah perguruan tinggi berdiri, disekitarnya akan tumbuh sentra-sentra ekonomi masyarakat, seperti rumah kost, pusat perbelanjaan kebutuhan mahasiswa, transportasi menghubungkan daerah-daerah terpencil ke komplek universitas, lalu ekonomi masyarakat bergerak, hidup. Masyarakat akan berpikir apa yang bisa mereka kerjakan untuk mendukung ekonomi keluarga lainnya dengan adanya perguruan tinggi itu.
Wah, sangat besar sekali dampaknya, ya?
Pasti. Dampak itu dengan sendirinya akan meringankan beban Pemkab Simeulue dalam rangka mengurangi angka kemiskinan. Bukankah kemiskinan terjadi lantaran terjadinya pengangguran serta masyarakat tidak memiliki ilmu alias tidak mengenyam pendidikan tinggi? Jadi, tujuan utama pendirian perguruan tinggi itu, adalah untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat Simeulue. Sudah saatnya kita menghapus imej bahwa masyarakat kita sulit dirobah. Mereka bisa dirobah. Tentu, caranya yang paling utama adalah merobah cara pikirnya. Nah, salah satu alat merobah cara pikir ini adalah mencerdaskan generasi muda lewat jenjang pendidikan tinggi.
Setelah perguruan tinggi ini ada, apa lagi yang penting diperhatikan khususnya oleh pemerintah daerah?
Setelah perguruan tinggi ini ada, ya robah pula cara berpikir lulusan kita. Jangan orientasinya melulu untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kalau itu orientasinya, kita akan gagal membangun masyarakat Simeulue yang cerdas dan bervisi maju. Berapalah porsi PNS yang tersedia di kantor-kantor pemerintah. Artinya, setelah mereka lulus, pemerintah daerah juga memikirkan untuk menyediakan lapangan kerja yang lebih luas kepada para lulusan di Simeulue. Jangan biarkan mereka, setelah lulus, pergi meninggalkan Simeulue lantaran tidak lapangan pekerjaan. Kalau setelah lulus mereka pergi, sangat rugi besar kita. Tentu yang mereka bangun kemudian adalah daerah orang. Uang yang mereka cari hanya untuk membangun daerah orang. Simeulue akan tetap tertinggal.
Selain pemerintah daerah menyediakan lapangan kerja non-PNS?
Yang terpenting juga, para lulusan punya pola pikir dan kesadaran untuk tidak selalu bergantung pada orang lain. Kalau selama ini, setelah lulus kuliah, orang mencari kerja, sekarang paradigma itu harus dibalik. Lulus kuliah harus mampu menciptakan lapangan kerja. Mereka harus memiliki kreativitas, punya inovasi dalam menciptakan peluang-peluang strategis di sektor kerja untuk menghidupkan diri mereka. Bukankah potensi Simeulue masih banyak yang perlu digarap? Tentu, setelah menjadi sarjana, mereka akan menjadi cerdas dalam menangkap berbagai peluang.
Menangkap berbagai peluang, menarik sekali kalimatnya. Menurut Anda, apa saja peluang yang bisa digarap di Simuelue nantinya oleh para sarjana kita yang lulus di perguruan tinggi Simeulue?
Wah, sagat banyak sekali itu. Saya seringkali mengatakan, Simeulue ini potensinya cukup besar. Tapi selama ini belum tergarap maksimal. Mungkin penyebab utama lantaran faktor SDM. Tapi, setelah banyak masyarakat kita lulus dari perguruan tinggi, tentu mereka akan lebih cerdas dari sebelumnya. Lihat sektor pariwisata kita, belum tergarap maksimal bukan? Belum lagi sektor pertaniannya, laut, hutan, perdagangan dan jasa, dan lain-lain. Sangat banyak sekali saya kira. Untuk menghidupkan semua itu, pemerintah daerah tentu tidak dapat bekerja sendirian. Pemda butuh tenaga-tenaga profesional yang handal dan siap pakai, baik dalam tataran konsep dan aplikasi di lapangan. Maka yang bisa mengerjakan itu adalah para sarjana kita dengan spesifikasi keilmuan yang mereka miliki. Nah, ini yang harus digiring.
Artinya, perguruan tinggi Simeulue nantinya harus menyiapkan fakultas atau jurusan yang bernilai jual. Setelah lulus nanti pekerjaan benar-benar jelas terbuka di depan mata?
Tepat sekali. Tiga fakultas yang akan dibangun Pemda Simeulue sudah sangat cocok, yaitu Fakultas Pertanian dan Perikanan, Fakultas Ilmu Pendidikan, dan Fakultas Teknik. Tiga Fakultas ini benar-benar membuka peluang usaha yang lebih luas kepada masyarakat setelah mereka lulus nanti. Jika pun mereka tidak lulus PNS, tapi mereka bisa membuka usaha sendiri. Mereka bisa menjadi seorang wirausahawan sejati yang berjiwa entrepreneurship. Di kota-kota besar yang persaingannya lebih ketat dan berat, lulusan-lulusan sarjana lebih memilih menjadi wirausahawan dari pada aparatur pemerintah (PNS). Ini artinya, menjadi entrepreneurship lebih menjanjikan, berpenghasilan lebih besar serta bisa lebih luas berinovasi. Maka, harapan saya, adik-adik saya generasi muda di Simeulue, berpikirlah lebih luas dalam menangkap peluang pekerjaan.
Sebuah pemikiran yang sangat familiar. Ke depan, apa harapan Anda untuk Simeulue dengan berdirinya perguruan tinggi ini?
Harapan saya, perguruan tinggi ini benar-benar menjadi kebanggaan bagi rakyat Simeulue, baik yang berdomisili di Simeulue maupun di rantau. Sudah saatnya kita menunjukkan kepada dunia luar bahwa Simeulue bisa dan mampu menghasilkan sarjana-sarjana berkualitas yang lahir di daerah sendiri. Saya sebagai putra Simeulue sangat bangga dengan daerah ini. Ya, Simeulue adalah kebanggaan saya, dan kebanggaan kita semua. Suatu saat, saya impikan Simeulue menjadi daerah yang benar-benar berdaya saing, masyarakatnya menguasai teknologi serta berdiri sejajar dengan daerah-daerah maju lainnya di Indonesia bahkan dunia. Tidak soal daerah kita jauh di pulau, tapi soal kemajuan menjadi komitmen kita bersama. Salut atas segala pembangunan yang telah dijalankan Pemkab Simeulue, dan masyarakat harus selalu mendukungnya. []
PROFIL RUSDI RAIS:
Lama di Rantau, Diminta Bangun Kampung Halaman
Sejauh-jauh terbangnya bangau pasti turunnya ke kubangan juga. Agaknya peribahasa inilah yang tepat ditujukan kepada sosok Rusdi Rais, S.H., putra Simeulue yang sukses merintis karirnya di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Meski puluhan tahun berkiprah di daerah orang, namun jiwanya resah ingin selalu pulang membangun kampung halaman. Ya, memberikan sumbangsih pemikiran maupun tenaganya untuk masa depan Simeulue yang lebih baik.
Bagi sejumlah tokoh masyarakat Simeulue, nama Rusdi Rais tidak asing lagi. Putra kelahiran Sinabang, 13 Agustus 1960 ini, sempat menjabat sebagai Kepala Bagian Umum Setwan Kabupaten Simeulue (2007). Walau hanya lebih kurang setahun menjabat di sana, namun ia cukup paham kondisi yang ada di Simeulue. Simeulue dengan segala pembangunannya, harus terus didukung. Pembangunan di berbagai sektor yang dikerjakan Pemerintah Daerah Simeulue, perlu terus diberikan apresiasi.
Selama ini, Rusdi Rais berkiprah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ceritanya, dulu, ia memilih hijrah ke Tanah Jawa lantaran ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik. Usai menyelesaikan sekolah di SMP Negeri 1 Sinabang, oleh ayahnya ia dibawa ke Meulaboh, Aceh Barat. Di sanalah ia melanjutkan SMA yang diselesaikannya pada tahun 1979. Saat itu, kawan-kawannya yang lulus SMA banyak yang memilih kuliah di Medan dan Banda Aceh. Tidak terdengar generasi muda asal simeulue yang melanjutkan kuliah ke Jawa.
Di Meulaboh, di rumah yang dibeli ayahnya, Rusdi sering merenung, kapan ia bisa menjadi orang yang dapat memberikan sesuatu kepada khalayak banyak. Ketika itu ia mendengar di Jawa ada Universitas Gajah Mada (UGM) yang sangat hebat gaungnya hingga ke Aceh. Ia sangat berhasrat dapat kuliah di sana. Namun, setelah mendapat restu dari orang tuanya, Rusdi malah memilih kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Di Kota Gudeg inilah ia mulai bergelut dengan berbagai suka dukanya menjadi seorang mahasiswa yang jauh dari kampung halaman.
Selama kuliah di Yogya, ia tidak terlalu teragantung pada kiriman uang orang tuanya. Maka, agar tetap bisa bertahan hidup serta kuliah, Rusdi tidak segan bekerja apa saja. Bahkan, ia sempat menjadi gharin (tenaga muazzin) di Masjid Syuhada, Kota Baru, Yogya. Di masjidlah jiwanya terasal. Kedekatannya pada Tuhan membuatnya menjadi sosok yang teguh dalam pendirian, bahwa persoalan rezeki dan masa depan sudah diataur oleh Yang Di Atas Sana.
Perjuangannya itu tentu saja membuahkan hasil. Tahun 1986 Rusdi lulus dari Fakultas Hukum UII dengan hasil memuaskan. Ia pun menjadi orang satu-satunya asal Simeulue di Yogya ketika itu yang berhasil menyandang gelar sarjana hukum.
Setelah menyandang gelar sarjana itu, di tahun 1990, Rusdi memutuskan memilih pasangan hidup yang sepaham dalam membangun bahtera rumah tangga serta seperjuangan dalam suka dan duka membangun masyarakat suatu saat kelak. Maka, pilihannya jatuh kepada Errin Kosnarti, lulusan Cumlaude di Jurusan Hukum Pidana UGM. Dari buah pernikahannya itu, mereka dianugerahi dua orang putra, Amirul Putra Justisia (16 tahun) dan Dimas Aria Putra Justia (14 tahun). Menyandangkan kata “justisia” di belakang nama kedua putranya itu, Rusdi berharap suatu saat keduanya menjadi orang-orang yang berjuang di jalan Allah dalam memperjuangkan dan menegakkan keadialan.
Di Yogyakarta, Rusdi Rais terbilang aktiv diberbagai organisasi sosial kemasytarakatan. Mulai jadi Ketua RT, hingga menjabat sebagai Sekretaris KONI. Di tahun 1983, ia pernah aktif di YLBHI yang dimotori pengacara kondang Adnan Buyung Nasution, dan sempat mendirikan Kantor Advokat Rusdi Rais & Associated Yogyakarta (1989-1990). Ia juga pernah menjadi anggota Assosiasi advokasi Indonesia (AAI) Yogyakarta (1989-1991). Selain itu ia juga berkecimpung dalam organisasi Muhammadiyah hingga pengurus PSSI Kota Yogyakarta.
Pengalaman jabatannya di berbagai pekerjaan tidak meragukan sosok itu pada segudang pengalamannya. Ia pernah menjadi Sekretaris di Pengadilan Agama Wates (1996-1998), Panitera Penganti di Pengadilan Agama yogyakarta (2000-2002), Panitera Tindakan hukum Pengadilan Agama Bantul (2000-2006), Kabag Umum Setwan simeulue (2007), dan Kepala Bidang Bidang Penegakan Peraturan Perundang-Undangan Dinas Polisi Pamong Pramaja dan Ketertiban Masyarakat Kabupaten Sleman (2007-sekarang). (*)
[Dimuat di Surat Kabar Simeulue edisi 28 Desember 2009-2 Januari 2010]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar