Sabtu, 01 Mei 2010

Kemarau di Desa Bangkirai

Taufiq Ismail

Seekor anjing melolong larut di lereng bukit bertubir
Bulan merah di sungai bulat mengapung. Hangus dan pijar
Kurus lembah kuning patah daun tebu didukung punggung gunung
Melantun bayang tetes pancuran: tubuh jerami merapuh

Malam Ramadan dinginnya menusuk ke hulu tubuh
Kemarin tengah hari udara meleleh
Di Padang Panjang Kerbau si Sati, kambing coklat mengah-ngah
Kilangan berputar deriknya ngilu tebu begitu kurus-kurus

Di ladang padi sekeping bumi kering makin retak-meretak
Di jantung penghuni rindu dan dahaga tetak-menetak

Kami terbaring di pondok pelupuh
Malam Ramadan ngilunya lagi
Ketika teriakan siamang bertalu membelahi lembah
Sati melompat bangkit menerjang daun jendela: Hitam kental mencat daerah sangsai

Lereng huma padi mendenting kehausan
Musim manis pabila tiba?

hari berhujan sayang subuh berasap tungku tengguli

Tapi malam kemarau belah teriakan siamang bertalu-talu*)
Menopan ke jantung penghuni mengentali deru
Musim hujan datang! Musim hujan datang!

Hujan oooi, hujaaaaan!
Hujan oooi, hujaaa – aaa aa – aaan!

Kisah, no 7, thn. III, Juli 1955

*) Penduduk sekitar Baruh di kaki gunung Singgalang bertahayul, bahwa apabila di larut malam siamang berteriak-teriak, maka keesokannya tentu akan terjadi apa-apa yang luar biasa.

Rimba Jati (Alas Roban)

Taufiq Ismail

Mendenyut kemarau ke jantung rimba
Hutan Roban jati mengujur bukit
Kehidupan coklat terbentang di sela musim

Seekor elang menyelinap hitam dahan-dahan botak telanjang
Lengking menikam ruang terkabar daun-daun kesat membumi
Tanah mersik menua, jati dewasa di dada

Mendesing musim ranggas kuning-kuning bercenungan
Bukit penyimak peristiwa terbungkuk tua
Mengujurkan kakinya ke laut kelabu

Gairah terbaring pada satu hanya musim
Depan rimba jati, mendenting pada satu titik api
Gairah terik musim membakar jantung rimba jati

Menerjang asin ombak ke kaki bukit terbungkuk tua
Bumi mersik lekah di puncak demam makin melela
Demam rimba jati dituang ke satu titik api musim di muka.

Siasat, no 416, thn. IX, 29 Mei 1955

Dadang, Pemetik Kecapi Tua

Kepada Bahrum Rangkuti

Taufiq Ismail

Dilingkarkannya angin pegunungan pada denting-denting selalu di suara sendu berlagu margasatwa

Bila Dadang tiba tua, dan ada bersua senyap angin bening lembah

Kumandanglah kumandang timang desir lena angin subuh bambu-bambu berlagu selalu rindu

Sepagi embun Dadang tua tiba, menyingkap cadar hari berlagu lembah biru dan burung pagi mengitari dada bumi.

Siasat, no 372, thn VIII, 25 Juli 1954

Doa dalam Lagu

Taufiq Ismail

Ibuku karena engkau merahimiku
Merendalah tenteram karena besarlah anakmu

Ayahku karena engkau menatahku
Berlegalah di kursi angguk laki-laki anakmu

Tuhanku karena aku karat di kakiMu
Beri mereka kesejukan dalam dan biru.

1953