
Oleh: Muhammad Subhan
Di penghujung tahun lalu, publik Indonesia dihebohkan oleh kebijakan mantan Walikota Bukittinggi Drs. H. Djufri yang menutup Jam Gadang, landmark pariwisata Bukittinggi. Jam Gadang ditutup dengan selubung kain setelah Walikota menerima masukan dari sejumlah tokoh Bukittinggi terkait “pesta malam tahun baru” yang sering mengundang banyak maksiat di kota ini. Sehari jelang pergantian tahun, tim panjat tebing pun menggelar aksinya, memanjat Jam Gadang lalu dikodak-kodak wartawan, esoknya muncul di koran “Jam Gadang berkain sarung”.
Aksi penutupan Jam Gadang berhasil. Namun tak pelak kebijakan itu menimbulkan protes luas dari pelaku pariwisata di Indonesia khususnya Sumatera Barat. Kebijakan walikota tersebut dianggap tidak pro terhadap dunia pariwisata, sebab kebijakan itu membuat wisatawan enggan berkunjung ke Bukittinggi, lalu efeknya hunian hotel menurun, pasar-pasar lengang, dan tentu saja berpengaruh bagi aktivitas perekonomian masyarakat kecil.
Ada yang bilang tindakan menutup Jam Gadang ibarat memburu tikus namun lumbung yang dibakar. Ada yang bertanya pula, apa salahnya Jam Gadang sehingga harus ditutup? Kalau persoalannya maksiat kenapa tidak pelaku maksiatnya yang diburu? Di milis-milis internet tentang penutupan Jam Gadang ini menjadi gunjingan dan cemoohan.
Tahun ini, setelah jabatan Walikota digantikan Drs. H. Ismet Amzis (sebelumnya Wakil Walikota—pen), tak ada lagi penutupan Jam Gadang. Jam Gadang tak perlu lagi ditutup “kain sarung” sebab Jam Gadang tak “beraurat”. Orang yang melihat Jam Gadang itulah yang beraurat dan harus punya rasa malu jika bermaksiat. Oknum-oknum inilah yang harus diawasi dengan memaksimalkan kerja aparat di lapangan. Jika kedapatan mereka bermaksiat di malam tahun baru, tangkap, proses dengan hukuman yang setimpal agar menimbulkan efek jera. Bukittinggi sebagai Kota Wisata yang Islami harus tetap bersih dari segala pelaku maksiat.
Nah, ini baru kebijakan yang bijak. Dengan tidak ditutupnya Jam Gadang dampak pertama tak ada lagi orang yang “menggunjingi” Bukittinggi. Sebab, Bukittinggi hari ini bukan saja milik warga Bukittinggi, tapi telah menjadi milik masyarakat Sumatera Barat khususnya dan masyarakat dunia umumnya. Orang akan kembali datang berbondong-bondong ke Bukittinggi, menikmati kota ini dan tentu saja uang mereka akan berputar di Kota Wisata nan cantik ini.
Kebijakan yang bijak dilakukan Walikota Ismet Amzis ini, tentu saja menjadi harapan baru bagi pelaku pariwisata Kota Bukittinggi untuk lebih luas lagi “menjual” sektor pariwisata kotanya. Bukankah keterlibatan masyarakat mempromosikan Bukittinggi sangat diharapkan sebagai upaya meringankan tugas pemerintah daerah? Seandainya Jam Gadang ditutup lagi bagaimana masyarakat mau terlibat mempromosikan Bukittinggi keluar karena ikon wisatanya diketahui orang ditutup oleh pimpinan kota? Kata seorang pedagang di Pasar Atas, “Jam Gadang ditutup, apa kata dunia?”
Saya memberikan apresiasi kepada Walikota Bukittinggi Ismet Amzis yang tidak meneruskan kebijakan Walikota sebelumnya yang menutup Jam Gadang. Kebijakan yang harus terus dilanjutkan oleh pemimpin-pemimpin kota ini di masa mendatang. Sebab, sektor pariwisata sepenuhnya bergantung pada kunjungan wisatawan, semakin banyak wisatawan datang semakin hidup pula ekonomi masyarakat. Selama ini masyarakat Bukittinggi cukup sadar bahwa sektor pariwisata telah menghidupi mereka. Untuk itu, sewajarnya segala upaya yang merugikan sektor pariwisata harus diminimalisir.
Kalau persoalannya pengunjung akan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan di malam tahun baru, solusi bijak adalah memperteguh komitmen bersama untuk sama-sama memantau gerak gerik mereka. Pemilik-pemilik hotel harus selektif menerima tamu pasangan muda-mudi yang menginap, tanyakan KTP/surat nikah mereka. Kalau tanpa identitas jelas jangan diterima atau laporkan saja ke Satpol PP. Dan, untuk memaksimalkan kerja aparat di lapangan, sebijaknya sediakan pula sedikit anggaran untuk makan minum petugas selama bergadang di malam itu. Dan itu tidaklah rumit. Demikianlah sedikit saran dan masukan. Tabik. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar