Muhammad Subhan
Ama yang menangis melepas kepergianmu, adikku
ke kota merangkai cita-cita
meninggalkan sawah, ladang, dan gemercik air sungai
serta semilir angin yang senantiasa berhembus
menemani hari-hari kita
memupus kenangan dan asa
yang pernah kita rajut bersama.
Ama yang telah renta dalam usia, adikku
menangis dan tersenyum dalam bait doa-doanya
memuja-muji Tuhan ketika bayang wajahmu menghias
mimpi-mimpinya siang dan malam
air matanya bukan duka, adikku
perih batinnya bukan derita
tapi telaga kasih sayang yang tak pernah sirna
buat kita anak-anaknya.
seperti hari-hari kemarin, adikku
Ama masih berdiri di sisi jenjang rumah ini
menanti kita bersama silau bayang fatamorgana
sementara dzikir terus basah di bibirnya
dan doa-doanya masih terdengar seiring hembusan nafasnya
buat kau, adikku
dan kita anak-anaknya.
Rumah Puisi, Pertengah Juni 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar