Muhammad Subhan
:mengenang musibah gempa bumi di Ranah Minang
Rabu sore sepuluh hari sesudah Idul Fitri
Bumi berguncang di Ranah Minang
Gempa, Tujuh Koma Enam Scala Ricter
Di laut Padang Pariaman pusat patahan lempeng bumi
Untung tak mengundang tsunami
Tapi bencana itu merenggut ratusan nyawa urang awak
Tak kenal usia, tak peduli status sosialnya
Miskin kaya, tua muda, semua binasa
Ribuan orang luka-luka
Ribuan lainnya tertimbun
Di bawah puing-puing reruntuhan
Gedung pertokoan, gedung perkantoran
Dan rumah-rumah warga
Rata serata tanah
Longsoran bukit yang tak berhutan
Menyapu rumah tempat lahir mereka
Memusnahkan kenangan kampung halaman
Alam mengamuk, murka
Tuhan, begitu mudahnya nyawa direnggut
Padang dan Pariaman, dua kota luluhlantak
Kota-kota di dekatnya turut menjerit
Orang tua kehilangan anak, anak mencari bapak ibunya
Air mata mengalir deras, darah mengucur
Lalu asma Tuhan menggema, yang mungkin
Telah lama lupa dibaca
Atau selama ini cuma live service belaka
Penghias bibir orang-orang di masjid dan mushalla
Jiwanya di rumah ibadah, hati dan pikirannya entah di mana
Hari itu, orang-orang berlarian
Panik bak menghadapi kiamat
Kiamat, benarkah kiamat tiba?
Belum, Tuhan masih sayang kepada hambaNya
Kiamat kecil, pertanda akan datang kiamat besar
Entah kapan waktunya
Namun kiamat kecil itu, sudah luar biasa dahyatnya
Konon pula kiamat besar, yang tentu tak seorang jua
Dapat menanggung kegemparannya
Seorang ibu menangis di depan puing rumahnya
Seorang gadis terbaring lemah di dipan rumah sakit
yang para dokter dan perawatnya turut panik
Seorang lelaki tua tertatih memapah kakinya yang berdarah
Seorang anak kecil meraung-raung mencari bapak-ibunya
Padang, Tujuh Koma Enam Skala Ricter
Hari itu menjadi catatan kelabu
Ada tangis haru di negeriku
Padang Panjang, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar