Catatan Tiara Mairani (Ala 'alaa Lazadouw)
Siang tadi, aku dan teman-teman mampir ke Toko Buku Gramedia di Jalan Damar Padang. Siang sangat teriknya. Udara membawa gerah. Kami berempat orang sepulang sekolah. Kawan-kawan mengajakku melihat-lihat novel terbitan terbaru di toko buku favoritku itu.
Maka bergegaslah kami masuk ke dalam gedung Toko Buku Gramedia yang besar. Di bagian rak buku-buku baru, aku dan teman-teman melihat novel-novel terbitan terbaru. Di sana ada Trilogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, ada Negeri Lima Menara dan Ranah 3 Warna karya A. Fuadi. Bersisian dengan novel Ranah 3 Warna karya A. Fuadi, ada novel yang covernya cukup menarik, novel itu berjudul Rinai Kabut Singgalang karya Muhammad Subhan.
Aku sih sudah lama memiliki Rinai Kabut Singgalang (RKS). Langsung aku pesan ke penulisnya plus dapat tanda tangan unik yang diberikan Bang Muhammad Subhan. Sejak aku memiliki RKS, buku itu tak dapat sejenak diam di tanganku, terus berpindah-pindah tangan dari satu orang ke orang yang lain. Bahkan istri adik ibuku yang bersama keluarganya bertugas di Aceh, juga ikutan membaca RKS. Jadi RKS yang ditandatangani penulisnya langsung itu, tidak bersamaku lagi sekarang. Sudah terbang jauh meninggalkan Padang ke negeri Tanah Rencong.
Siang itu, sebagai pengganti novel RKS yang aku kirim ke Aceh, aku dan teman-teman membeli novel RKS yang baru di Gramedia. Tentu saja novel RKS yang berlabel plastik dan masih baru itu tidak ada tanda tangan penulisnya. Tapi tak apalah, suatu waktu nanti bila bertemu aku minta lagi tanda tangan penulisnya. Eh, tahu tidak, aku membeli RKS juga diikuti ketiga orang temanku. Mereka ikut membeli RKS, katanya tertarik ingin membacanya, seperti apa isi novel itu. Jadilah semua kami membeli RKS siang itu. Pokoknya heboh, deh!
Dan, seusai membayar pembelian novel itu di bagian kasir, kami menyempatkan singgah di sebuah kafe di samping Gramedia. Kami makan minum di sana. Tak jauh dari tempat kami duduk, ada tiga orang ibu-ibu yang rupanya habis membeli buku juga di Gramedia. Aku lihat di tangan mereka memegang Novel Ranah 3 Warna dan Novel Rinai Kabut Singgalang. Mereka pun aku dengar memperbincangkan kedua novel itu yang ditulis oleh putra Minang. Rupanya, baik novel Ranah 3 Warna dan Rinai Kabut Singgalang itu sudah cukup dikenal di Sumatera Barat.
Karena duduk kami berdekatan, tentu saja aku mendengar jelas perbincangan mereka. Kadang mereka tertawa dan berbicara serius mendiskusikan novel itu. Kata seorang ibu yang berpakaian PNS, “Anak-anak sekarang kurang bangga dengan karya-karya sastra negeri mereka sendiri. Remaja sekarang lebih suka baca novel-novel terbitan asing.” Pendapat ibu itu diaminkan oleh teman-temannya yang lain.
Wah, pokoknya asyik sekali aku dan teman-teman menyimak perbincangan ibu-ibu itu. Tidak aku sangka bila kami sejodoh, sama-sama menyukai kedua novel itu.
Karena hari kian sore, kami pun segera beranjak meninggalkan kafe itu dan berpisah untuk pulang ke rumah masing-masing. Teman-temanku berjanji akan menamatkan membaca Rinai Kabut Singgalang dan mendiskusikannya di sekolah nanti. Buat Bang A Fuadi dan Bang Muhammad Subhan, selamat deh, karyanya cukup inspiratif dan aku turut bangga sebagai orang Minang yang memiliki penulis-penulis muda yang hebat. Aku semangat juga untuk jadi penulis, neh. Amin…
Padang, 11.02.2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar