Sabtu, 02 Januari 2010

Jangan Coba-Coba Menjitak Kepala Orang!


Oleh: Muhammad Subhan

KEPALA itu organ tubuh paling vital. Makhluk tanpa kepala hantu namanya. Manusia sudah tentu punya kepala. Tempatnya terhormat, berada paling tinggi dari organ tubuh lainnya.

Pada kepala itu, menumpang menempel dua mata untuk melihat, setumpuk rambut, dua telinga untuk mendengar, mulut untuk makan, minum dan bicara, dan satu hidung untuk menghirup udara. Yang terpenting, kepala membungkus otak, alat untuk berpikir.

Terhormatnya posisi kepala itu, jangan coba-coba menjitak kepala orang. Marabolah orang itu nanti. Bisa dihantamnya awak. Main pegang kepala orang tanpa alasan yang dibenarkan dianggap meremehkan. Hanya satu orang saja yang berhak memegang kepala orang; tukang cukur rambut!

Saking populernya kepala itu, maka kata kepala pun diadopsi untuk sejumlah nama dan jabatan, seperti kepala negara, kepala daerah, kepala sekolah, kepala kantor, kepala keluarga, dan kepala kepala lainnya. Kepala kepala itu adalah orang-orang ditinggikan posisinya seranting dari orang-orang yang dibawahinya. Kepala negara memimpin negaranya, kepala daerah memimpin propinsi/kabupaten/kota, kepala sekolah memimpin sekolah, kepala kantor memimpin kantor, kepala keluarga memimpin rumah tangganya, dan kepala kepala lainnya memimpin dirinya sendiri.

Artinya, semua kepala kepala itu adalah pemimpin. Sekecil apapun ruang lingkup kepemimpinannya. Namun yang pasti, setiap pemimpin, kelak akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah SWT atas semua yang dipimpinnya. Sekecil apa pun itu.

Bahasan tentang kepala ini kita kerucutkan, cukup tentang kepala daerah saja. Dulu, kepala daerah yang memimpin kabupaten/kota ditunjuk gubernur. Sejak bergulirnya reformasi, kepala daerah memasuki alaf baru, mereka dipilih melalui suara rakyat dalam pemilihan umum kepala daerah (pilkada). Pemilihan langsung tentu saja lebih fair lantaran terpilih tidaknya seorang calon kepala dearah tergantung suara rakyatnya. Siapa saja berhak mencalonkan diri menjadi kepala daerah, namun yang menentukan terpilih tidaknya adalah rakyat.

Maka yang mendapatkan suara terbanyak dalam pilkada itu, tentulah calon kepala daerah yang sangat dekat dengan rakyatnya, yang memahami kesulitan rakyatnya. Bukan calon karbitan, bukan pula calon yang muncul spontan ketika momen pilkada digelar. Mereka benar-benar mapan dan berkarakter pemimpin, istiqamah, tawadhu, rendah hati, berwibawa, jujur dan bertanggung jawab. Dan yang terpenting mereka selalu ada ketika rakyat membutuhkannya. Pakaian mereka adalah kesederhanaan. Sebab sebelum menjabat mereka bukanlah siapa-siapa, posisinya sama dengan rakyat biasa. Setelah terpilih dan menjabat dia akan menjadi pelayan rakyat, bukan malah sebaliknya minta dilayani.

Calon kepala daerah tidaklah harus putra daerah. Siapa pun berhak berkompetisi menjadi kepala daerah di suatu daerah. Isu putra daerah tidak lagi populer. Yang populer adalah kompetisi dan kompetensi masing-masing calon kepala daerah. Bersaing secara sehat mendapatkan suara rakyat, tidak melakukan black campaign, kampanye hitam. Tidak menjatuhkan lawan dengan cara tidak jantan. Inilah alam demokrasi, segala sesuatunya diukur dengan nilai intelektual. Bukan dengan otot, tapi dengan otak.

Kepala daerah yang benar-benar pilihan rakyat, jabatannya akan selalu selamat. Langgeng. Sebab kepemimpinannya sepenuhnya memberi manfaat pada rakyat yang dipimpinnya. Jika tugas-tugasnya belum tuntas dalam satu kali periode, rakyat akan memilihnya untuk kedua kali. Jika ia pensiun atau meninggal dunia, nama dan jasanya dikenang sepanjang masa. Tak lekang kena panas, tak pula lapuk kena hujan.

Sebaliknya, kepala daerah yang zalim kepada rakyat yang dulu memilihnya, alamat namanya cepat dilupakan orang. Tak lagi disebut-sebut jasanya. Jika sakit enggan rakyat membezuk, jika meninggal tak sudi rakyat bertakziah. Itulah hukum karma, ada sebab ada akibat. Baik berbalas baik, buruk berbalas buruk. Waktunya saja yang tidak tahu kapan. Tapi yang pasti semua menunggu waktu.

Semoga, dalam setiap pilkada, di manapun daerahnya, muncul calon-calon kepala daerah yang amanah, ikhlas menjadi pelayan rakyat untuk daerahnya. Agar kelak, nama mereka dikenang sepanjang masa, hingga kepala berkalang tanah. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar