Oleh: Muhammad Subhan
SIAPA bilang kota kecil tidak boleh punya prestasi besar. Padang Panjang misalnya. Kecil-kecil cabe rawit juga. Setahun ke depan Kota Serambi Mekah ini akan punya jembatan layang (fly over). Sekarang sedang dibangun pengerjaannya di Simpang Delapan. Dengan demikian, Padang Panjang merupakan kota kedua di Sumatera Barat, setelah Kota Padang, yang memiliki jembatan layang. Tidak dimiliki oleh Kabupaten/Kota lainnya di Sumatera Barat.
Senanglah hati melihat pesatnya pembangunan di kota ini. Arus transportasi tentu akan semakin lancar. Kasus kecelakaan lalu lintas dapat ditekan pula. Semakin tercelaklah Padang Panjang di mata orang. Turut makmurlah kehidupan masyarakatnya nanti. Terminal Bukit Surungan akan semakin hidup. Pasar sayur-mayur ikut pula menggeliat.
Rumah sakit megah pun sudah punya. Lokasinya di Ganting. Banyak pula orang berobat ke sana . Datang dari berbagai kota di Sumatera Barat, dan tentu juga dari luar Sumatera Barat. Masyarakat yang memiliki KTP Padang Panjang mendapat pelayanan kesehatan gratis. Tentu sangat menggembirakan pelayanan itu. Khusus bagi masyarakat miskin terbantulah mereka. Selama ini kesehatan identik dengan harga mahal. Namun tidak di Padang Panjang.
Di Pasar Padang Panjang, ekonomi mikro menggeliat. Lihatlah betapa senangnya orang berdagang dan berbelanja ke sana . Pedagang kaki lima pun makin ramai saja. Mereka datang dari berbagai negeri-negeri di sekitar, sebutlah dari Batipuh, Koto Baru, Singgalang, Pandai Sikat, Panyalaian, Kayu Tanam, dan nagari-nagari yang memproduksi hasil bumi lainnya. Jarang ada penggusuran PKL. Mereka dibina, ditertibkan. Sebab mencari nafkah hak semua orang.
Tidak demikian halnya terjadi di kota-kota lainnya di Sumatera Barat. Saban hari terdengar PKL diuber-uber petugas. Dianggap sampah, mengotori pemandangan kota . Yang bandel dibekuk. Diangkut gerobak dan isi dagangan mereka, lalu diproses di kantor petugas. Meraung-raung tangis mereka tak dipedulikan petugas. Mereka dianggap melanggar Perda. Tak ingat bahwa pedagang kecil itu telah berjasa menghidupkan kota . Puluhan tahun lamanya. Ibarat kata pepatah, lupa kacang pada kulitnya.
Semoga cerita seperti itu tidak terjadi di Padang Panjang. Biar bertambah sayang Tuhan pada kota ini. Dijauhkan-Nya dari segala bencana dan marabahaya. Hendaknya negeri ini menjadi negeri yang makmur sentosa di bawah limpahan Rahmat-Nya. Baldatun toyyibatun wa rabbun ghafur.
Bersyukurlah pembangunan kian pesat di kota ini. Padang Panjang disebut Serambi Mekah, lantaran banyaklah orang datang belajar agama di kota ini. Dulu, Inyiak Haji Rasul, atau dikenal Inyiak DR, merintis berdirinya sekolah-sekolah agama, seperti Thawalib diantaranya. Buya Hamka juga punya peranan besar menggerakkan Muhammadiyah di kota ini. Begitupun Zainuddin Labay dan Rahmah El Yunusiyah mendirikan Diniyah Putri, lalu diiringi berdirinya sejumlah pesantren lainnya. Di Indonesia, setelah Aceh, Padang Panjang disebutlah orang Serambi Mekah. Sebuah nama yang berat jika gelar itu tidak dijaga dengan baik.
Satu lagi harapan masyarakat Padang Panjang yang agaknya belum terwujud, kota ini belum memiliki perpustakaan besar nan megah layaknya Perpustakaan Proklamator Bung Hatta di Bukittinggi. Sebagai Kota Serambi Mekah dengan visi kota pendidikan, memang sudah selayaknya berdiri sebuah perpustakaan besar dengan koleksi buku terlengkap. Sebab, selain adanya belasan pesantren berdiri di kota ini, di Padang Panjang juga punya Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI), puluhan sekolah umum setingkat SD, SMP, SMA, dan juga sekolah tinggi kesehatan. Semua pelajar atau mahasiswa itu, tentu membutuhkan referensi buku lengkap terkait ilmu yang mereka tuntut. Dialog saya dengan sejumlah pelajar dan mahasiswa, mereka mengeluhkan kurangnya bahan bacaan yang bisa didapatkan di perpustakaan terkait disiplin ilmu yang dibutuhkan.
Padang Panjang memang punya perpustakaan daerah, tapi koleksinya tidak selengkap Perpustakaan Umum Sumatera Barat di Padang maupun Perpustakaan Proklamator Bung Hatta di Bukittinggi. Begitupun koleksi buku-buku di perpustakaan sekolah masih sangat terbatas, sementara di Padang Panjang juga tidak memiliki toko buku sekaliber Gramedia, Gunung Agung, ataupun Anggrek. Namun demikian, sejumlah toko buku kecil berdiri di Pasar Padang Panjang, demikian juga beberapa pedagang kaki lima berjualan buku di persimpangan pasar Padang Panjang. Setidaknya itu sebuah usaha mengiringi visi kota ini sebagai Kota Pendidikan.
Jika perpustakaan besar dan megah ada di Padang Panjang, sudah dapat dibilang kota ini bakal semakin tercelak. Makin ramailah orang datang menuntut ilmu di Padang Panjang. Efeknya tentu semakin hidup perekonomian masyarakat karena banyaknya pelajar/mahasiswa yang punya kebutuhan, baik rumah kost, asrama, makan minum, pakaian, buku-buku, dan segala perlengkapan keseharian mereka.
Memang, semuanya tak dapat diwujudkan dalam sekejab. Tergantung kebutuhan, kata orang. Tapi agaknya Padang Panjang benar-benar membutuhkan perpustakaan lengkap nan megah sebagai sebuah kebanggaan Kota Pendidikan. Walau tidak terwujud sekarang, semoga beberapa tahun mendatang. Yang penting kita masih diberi kesempatan untuk bermimpi. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar