Sabtu, 02 Januari 2010

Buka Restoran di Siang Ramadhan

Oleh: Muhammad Subhan

“APA mungkin karena rumah makan atau restoran tidak buka di siang hari dalam bulan Ramadhan wisatawan yang berkunjung ke Sumbar jadi berkurang?” Demikian komentar seorang kawan.

Jawaban atas pertanyaan itu memang membutuhkan kajian mendalam, survey kunjungan wisatawan, jika perlu mengambil sample wawancara sejumlah wisatawan. Namun saya yakin wisatawan yang beragama Islam sangat tidak setuju jika ada rumah makan dan restoran yang buka siang hari selama bulan Ramadhan di Sumatera Barat.

Sejumlah praktisi pariwisata di daerah ini kembali terdengar ‘ribut’ mengungkapkan jumlah wisatawan akan berkurang datang ke Sumbar jika tak ada restoran buka di siang hari. Bahkan disebutkan wisatawan (khususnya yang non muslim) akan kapok datang ke Sumbar jika mereka tak menemukan rumah makan dan restoran yang menjual makanan.

Pertanyaannya, kenapa harus kapok? Bukankah mereka melakukan kunjungan di bulan Ramadhan di mana umat muslim sedang menjalankan kewajiban agamanya, ibadah puasa? Dan, di bulan Ramadhan jumlah kunjungan memang cenderung menurun seperti tahun-tahun sebelumnya. Umumnya pengunjung baru ramai datang menjelang lebaran Idul Fitri dengan tujuan beragam.

Selama saya bergaul dengan banyak rekan non muslim malah mereka sangat menghormati muslim yang dapat menjalankan ibadah puasa dengan baik. Mayoritas mereka juga kurang setuju jika ada rumah makan dan restoran, termasuk restoran hotel yang buka di siang hari selama Ramadhan. Jika ada restoran yang buka, itu artinya menyinggung perasaan umat muslim yang sedang berpuasa. Tamu hotel semuanya juga bukan non muslim, toh?.

Masalah klasik yang sering diungkapkan selalu soal ke mana wisatawan non muslim akan mendapatkan makanan di siang hari selama Ramadhan? Menjawab pertanyaan itu, saya malah berfikir, jika mereka menghormati muslim yang sedang berpuasa, maka mereka tidak akan mencari makanan/minuman di siang hari. Sebab, mulai pukul 16.00 WIB hingga menjelang subuh sangat banyak rumah makan dan penjual makanan yang buka. Selama masa waktu itu tentu saja mereka bisa membeli makanan untuk perbekalan pagi dan siang. Kan tidak persoalan?

Namun kenapa juga harus dipaksakan rumah makan dan restoran buka di siang hari? Langkah pemerintah daerah, baik Pemprov Sumbar, pemda kabupaten/kota sudah tepat. Sebaiknya tidak diberikan izin rumah makan dan restoran buka di siang hari. Sebab Sumatera Barat merupakan Ranah berfilosofi ‘adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah’. Mayoritas penduduk daerah ini adalah muslim. Pantas aturan agamanya dihormati.

Jika Pemda memberikan izin rumah makan dan restoran buka di siang hari, tindakan itu malah akan memicu konflik di tengah masyarakat. Bisa-bisa keamanan daerah akan terganggu. Jika Sumbar sudah tidak aman alamat lebih celaka karena menyebabkan wisatawan malah tak mau lagi datang berkunjung ke Ranah Minang ini.

Saya kira, kunci persoalan ini adalah bagaimana kita saling hormat menghormati saja. Sebagai masyarakat yang sadar wisata kita sepakat mendukung Visit Indonesian Year. Tapi sebagai masyarakat yang beragama kita tidak mendukung upaya-upaya yang merusak tatanan masyarakat hanya gara-gara tak adanya rumah makan dan restoran yang buka di siang hari selama Ramadhan. Wong, Ramadhan cuma sebulan, kok!. Sesudah itu makanlah sepuasnya. Iya toh? []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar