Oleh: Muhammad Subhan
Konon kabarnya, Minangkabau Trade Centre (MTC) akan dibangun di kawasan Aie Pacah Kecamatan Koto Tangah Kota Padang oleh investor PT Powertel Engeenering. Ini, tentu saja, merupakan langkah maju bagi pengembangan kawasan perdagangan Kota Bingkuang. Pembangunan yang selama ini bertumpu di pusat kota yang terlihat telah sangat ‘sumpek’, namun setelah adanya MTC kelak diharapkan roda perekonomian masyarakat Kota Padang akan berputar pada kawasan-kawasan pinggiran yang selama ini tampak termarjinalkan.
Menurut kabarnya usai lebaran tahun lalu MTC tahap pertama mulai dibangun (sekarang entah bagaimana pula kabarnya). Sebanyak 382 unit rumah toko (ruko) berlantai III, 224 ruko lantai II, 200 ruko lantai I, 80 unit kios dan 210 petak los akan mengawali pembangunan itu.
Dan, katanya pula, Planning pembangunan tahap kedua akan dilaksanakan pada tahun ketiga, meliputi pembangunan mall, dunia fantasi (dufan), hotel berbintang, rental office, pasar grosir elektronik, parkir taxi, gedung parkir, masjid, gedung parkir truk, hotel kelas melati, terminal angkot, pasar tradisional, plaza khusus pedagang K5, pasar induk, exibition, kantor pengelola, waduk rekreasi, kawasan penyangga dan taman. Pembangunan kawasan MTC itu diperkirakan menghabiskan dana sebesar Rp1 triliun lebih. Luar biasa!
Pengurus Kesatuan Pedagang Pasar (KPP) Kota Padang sebelumnya menyatakan mendukung serta mengharapkan MTC akan menjadi kawasan perdagangan dan bisnis terpadu berskala nasional dan internasional. Eksistensi MTC diminta tidak semata pada pembangunan fisik, namun menjembatani kepentingan bisnis pengusaha lokal dengan pengusaha nasional dan mancanegara.
Selama ini, kita cermati, kawasan Aie Pacah yang dibelah oleh Jalan By Pass dari Teluk Bayur hingga Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Ketaping, Padang Pariaman adalah kawasan “mati” yang sangat potensial. Sebelumnya, Walikota Padang Fauzi Bahar melirik kawasan Aie Pacah dengan membangun Terminal Regional Bingkuang. Namun konsep walikota menurut sejumlah kalangan ‘gagal’ karena tidak diringi ketegasan kebijakan yang dibuat.
Seluruh penghuni Terminal Lintas Andalas di pusat Kota Padang digusur dan dipindahkan ke Terminal Aie Pacah. Bekas Terminal Andalas pun “disulap” menjadi mall megah yang sebenarnya mengarahkan masyarakat kota ini lebih pada perilaku konsumtif (bukankah ini namanya paham neolib?). Nasib sama dialami Terminal Goan Hoat yang juga disulap menjadi plaza bernama Sentral Pasar Raya (ini neolib lagi!). Lalu angkot pun kehilangan “kandang” yang mengawali berbagai problem kemacetan lalu lintas di kota ini, disamping pedagang-pedagang kecil kehilangan lahan tempat mereka mencari makan.
Dengan adanya MTC kelak, TRB yang selama ini mati suri diharapkan akan hidup kembali. Bus AKDP maupun AKAP yang sering “nambang” di sepanjang jalan depan kampus UNP (ini namanya Terminal Regional UNP ) akan masuk TRB karena telah terbukanya akses angkot dan banyaknya masyarakat kota yang mengunjungi MTC.
Begitupun, keberadaan MTC akan diikuti oleh tumbuhnya pemukiman penduduk, perkantoran, gudang-gudang, sekolah, kampus perguruan tinggi, rumah kost, serta bank-bank yang semuanya berorientasi pada peluang peningkatan ekonomi masyarakat. Lalu, problem tentang konsep penataan dan pemerataan pembangunan kota bukan lagi sebuah masalah. Sebab, masih banyak persoalan paling urgen lainnya di Kota Padang yang perlu dipikirkan bersama, dan selama ini tergadai oleh “cakak pemikiran” yang tak berkesudahan soal kesemrautan kota.
Lalu, kapan semua itu terwujud? Hmm… []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar