Sabtu, 02 Januari 2010

Staf Ahli Bukanlah Jabatan "Air Mata"

Oleh: Muhammad Subhan

Awal Februari 2009 silam, Walikota Padangpanjang mengumumkan ‘kabinet baru’ di jajaran Pemerintah Kota Serambi Mekah itu. Sejumlah nama mendapat posisi strategis dan diharapkan membawa perubahan baru bagi kinerja pejabat untuk tetap fokus melayani masyarakat.

Namun yang terpenting, dari sejumlah jabatan strategis yang diumumkan itu, Walikota Padangpanjang juga mengumumkan sejumlah nama yang dipercaya memangku amanah sebagai Staf Ahli. Pada kesempatan itu, Walikota menekankan bahwa jabatan staf ahli bukanlah jabatan biasa melainkan sebuah jabatan strategis yang sangat menentukan.

Yang menarik ditekankan Walikota Padangpanjang adalah, jabatan staf ahli bukanlah “jabatan air mata” sebagaimana dipersepsikan banyak orang. Akan tetapi staf ahli adalah “jabatan mata air”, dimana dari jabatan ini, diminta atau tidak, akan terus mengalir pertimbangan-pertimbangan strategis, bijak, cerdas dan jernih sebagai masukan bagi walikota dalam merumuskan dan mengevaluasi kebijakan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan di Kota Padangpanjang.

Memang, sebelum terbitnya Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, selama ini staf ahli kepala daerah nasibnya masih belum jelas. Ada yang mengatakan, ibarat digantung tak bertali. Ini disebabkan, keberadaan staf ahli tidak didukung payung hukum yang kuat. Pengangkatan staf ahli lebih merupakan kebijakan kepala daerah semata, dengan latar belakang dan tujuan yang dalam praktiknya masih samar-samar. Bahkan cenderung hanya untuk mewadahi para pejabat struktural yang tidak ditempatkan lagi dalam jabatan struktural. Sehingga mereka seolah mendapat stigmatisasi negatif di lingkungan pegawai.

Namun, setelah terbitnya PP No. 41 Tahun 2007 yang juga memuat keberadaan staf ahli (pasal 36), maka eksistensi staf ahli mulai mendapat perhatian dari pemerintah. Oleh karena itu, lahirnya PP No. 41 Tahun 2007 membawa kabar baik bagi para staf ahli bahwa jabatan mereka juga jabatan yang menentukan.

Berdasarkan aturan itu, pengangkatan staf ahli dilakukan dengan sangat selektif. Tidak sembarang orang bisa menjadi staf ahli, melainkan hanya orang-orang yang memiliki integritas, keahlian, pengalaman, dan komitmen yang tinggi, serta kesediaan yang bersangkutan, sesuai dengan bidang-bidang yang diperlukan.

Dan, apa yang dilakukan Walikota Padangpanjang mengangkat staf ahli, juga pemerintah lainnya di Sumatera Barat, memang sangat tepat. Sebagai kepala daerah yang telah menjabat dua periode, Walikota Padangpanjang tentu memerlukan banyak masukan, baik berupa saran, pemikiran, dan pertimbangan, guna melakukan evaluasi terhadap kebijakan dan program yang lalu, merumuskan kebijakan dan program strategis ke depan, serta memecahkan berbagai persoalan yang akan/sedang/harus dihadapi.

Jika selama ini orang merasa alergi untuk menjadi staf ahli, karena terkesan sebagai pegawai yang “dikucilkan”, maka dengan adanya aturan itu keadaan bisa berubah drastis. Jabatan staf ahli akan menjadi incaran atau dambaan banyak orang, terutama bagi mereka yang karena berbagai alasan merasa ‘kurang nyaman’ dengan jabatan struktural yang dipangkunya. Apalagi jika yang bersangkutan memiliki ESQ (Emotional Spiritual Quotient) dan IQ (Emotional Intelegence) yang berimbang. Tinggal lagi, kita menunggu kerja nyata para staf ahli itu, di daerah manapun mereka mengabdi. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar