Minggu, 03 Januari 2010

Yang Menang yang Berbuat


Oleh: Muhammad Subhan

Menang dan kalah lumrah dalam hidup. Tak ada kata menang jika tak ada kata lawannya; kalah. Demikian pula sebaliknya. Yang terpenting, adalah bagaimana seseorang menyikapi kekalahan dan tak terlalu larut dalam kemenangan.

Pesta demokrasi Pemilu Legislatif 2009 sudah usai. Komisi Pemilihan Umum secara resmi segera umumkan peserta Pemilu yang menang dan juga yang kalah. Yang menang, tentu saja, mereka yang mendapat kepercayaan rakyat untuk menyuarakan kepentingan rakyat di lembaga legislatif terhormat. Yang menang, juga, mereka yang selama ini telah berbuat untuk daerah. Bukan mereka yang selama kampanye sekedar over acting di media massa , menyebarkan foto di sudut-sudut jalan, sementara sebelumnya rakyat tidak pernah kenal dengan mereka. Pantas, jika yang menang adalah mereka yang berbuat, dan yang kalah adalah mereka yang belum tampak perbuatannya di daerah.

Dan, ternyata, yang menang bukanlah selalu mereka yang gagah fisiknya, yang komplit fasilitas rumahnya, bukan pula yang banyak uang, yang bisa membeli suara rakyat dengan beragam cara dilakukan. Yang menang adalah yang benar-benar dikenal konstituennya, benar-benar hadir dalam suka dan duka di tengah-tengah rakyatnya, hingga bintang kemenangan benar-benar pantas ia sandang di pundaknya.

Simaklah kisah Tur Haryanto yang sangat menyentuh dan disiarkan Kompas edisi 18 April 2009 lalu. Tur, demikian ia akrab disapa, adalah caleg tunanetra dari Partai Amanat Nasional yang mencalonkan diri menjadi anggota DPRD Bantul pada Pemilu 9 April 2009 lalu. Dan, atas kedekatannya bersama masyarakat selama ini, Tur pun terpilih. Ia akan menjadi kaum tunanetra pertama di Indonesia yang duduk di kursi wakil rakyat.

Tur adalah warga RT 1 Gadingharjo, Sanden, Bantul. Ia caleg PAN nomor urut 7 dari daerah pemilihan (dapil) 5 di Kabupaten Bantul. Dia mendapat 3.200 suara dari total jumlah suara yang diraih PAN di dapil 5 Bantul, yakni 15.920 suara.

Apa kelebihan Tur sehingga masyarakat simpatik memberikan suaranya kepada sosok yang secara fisik cacat itu? Disinilah menariknya, ternyata, Tur, selama ini sangat dekat dengan masyarakat di daerahnya. Tur nyaleg bukan semata untuk menarik simpatik orang bahwa kedua matanya buta, lalu minta dikasihani, tidak! Tapi Tur benar-benar sudah lama dikenal masyarakat dan ‘jariah’ tangannya dirasakan masyarakat.

Tur menyebutkan, sejak ia kecil, sejak jadi petani, sejak jadi aktivis di sejumlah LSM, dan sejak jadi pengurus partai, ia sudah biasa tidur di rumah masyarakat. Tak heran jika ia dikenal banyak orang, di samping ia memiliki kepribadian baik. Maka, karena telah dikenal itu, Tur cuma secara jujur menyampaikan keinginannya kepada masyarakat bahwa ia ingin maju jadi caleg. Keinginannya itu, tak ada orang yang mentertawakan, bahkan banyak yang memberi dukungan. Luar biasa!

Belajar dari pengalaman Tur ini, ternyata, kemenangan bukanlah tujuan yang mudah digapai dengan jalan pintas. Kemenangan benar-benar milik mereka yang telah berbuat, yang menunjukkan kepada masyarakat bahwa mereka ada dan siap menjalankan amanah rakyat. Janji-janji mereka tentunya bukan sekedar slogan yang ditulis besar-besar di atas kertas media kampanye belaka.

Benarlah, Pemilu Legislatif telah usai. Sekarang, mari kita songsong Pemilu Pilpres mendatang dengan memilih figur yang benar-benar telah berbuat untuk rakyat. Figur yang selama ini dekat dan merasakan perih-pahitnya kehidupan rakyat. Semoga. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar