Jumat, 01 Januari 2010

Gempa, Spirit Bangkitnya Pariwisata Sumbar

Oleh: Muhammad Subhan

Musibah gempa bumi yang mengguncang Sumatera Barat 30 Desember 2009 lalu adalah duka bagi dunia pariwisata daerah ini. Betapa tidak, sejumlah hotel besar di Padang, ibukota Sumbar, hancur dan menyisakan puing reruntuhan. Saat musibah terjadi, beberapa hotel diantaranya menimbun hidup-hidup ratusan tamu di dalamnya. Tiada yang mengira gempa akan sedahsyat itu, menewaskan ratusan nyawa, merusak ribuan rumah dan fasilitas umum. Ranah Minang menangis.

Gempa bumi menghancurkan dua daerah yang cukup terkenal dengan wisata pantainya, yaitu Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman. Di Padang sejumlah hotel dan restoran rusak parah, begitu juga di Pariaman. Hotel dan restoran adalah simbol dunia pariwisata yang menunjang kunjungan wisatawan ke daerah.

Tetapi, secara umum, objek-objek wisata di kedua daerah tersebut masih baik pasca musibah. Pantai Air Manis di Padang tempat bersemayamnya Batu Malin Kundang masih bagus. Jembatan Siti Nurbaya baik. Pesona Gunung Padang dan Pantai Padang juga masih indah. Begitupun di Pariaman, Pantai Gondoriah yang legendaris masih menawan, wisata pulau-pulau kecil disekitarnya masih aman.

Melihat keadaan itu bukan berarti pariwisata Sumbar mati akibat gempa. Tidak! Sumbar masih punya Bukittinggi, Kota Wisata yang cukup dikagumi di mata internasional. Masih memiliki Sawahlunto, pencetus waterboom. Punya Payakumbuh dengan Haraunya. Punya Solok dengan Danau Singkarak, Danau Diateh, Danau Dibawah. Punya Batusangkar dengan situs-situs sejarahnya, juga punya Agam dengan Danau Maninjau, serta Mentawai yang masih memukau. Siapa bilang gempa telah menghancurkan pariwisata daerah ini?

Pariwisata Sumbar masih hebat. Semua orang tahu itu. Hanya saja, setelah gempa terjadi, spirit untuk bangkit harus kembali tumbuh. Ini saatnya menunjukkan kepada dunia luar bahwa Sumbar tidak kehilangan pesonanya setelah bencana menimpa. Fasilitas yang rusak tentu dapat diperbaiki. Dengan wajah baru pariwisata Sumbar akan mengundang hasrat banyak orang untuk kembali datang ke daerah ini.

Maka, satu-satunya cara mengembalikan spirit bangkitnya pariwisata Sumbar itu adalah dengan melakukan promosi sebesar-besarnya di media-media nasional yang dibaca dan ditonton banyak orang. Sumbar harus berani pasang iklan dengan slogan bahwa pariwisata Sumbar masih ada, tetap menawan.

Dan, bicara soal promosi pariwisata, agaknya hanya Bali yang belum terkalahkan. Meski kunjungan wisatawan membludak setiap hari, Bali tidak pernah berhenti mempromosikan pariwisatanya di halaman media-media nasional. Bahkan beberapa bulan terakhir, di layar Metro TV, berulang kali pesona keindahan Pulau Dewata itu diiklankan. Semakin dipromosikan semakin tak tertandingi saja Bali dari daerah-daerah lainnya di Indonesia yang “mengaku” sebagai daerah tujuan wisata.

Selain Bali, juga di layar kaca televisi nasional, Provinsi Jawa Barat tak mau ketinggalan mempromosikan potensi pariwisata daerahnya. Padahal Jabar juga pernah diluluhlantakkan gempa yang berpusat di Tasikmalaya. Bontang, sebuah kota di Provinsi Kalimantan Timur turut ‘bagak’ pula menawarkan pesona keindahan alamnya, disusul beberapa daerah lain.

Gencar sekali daerah-daerah itu mengiklankan potensi pariwisata mereka di media cetak/televisi nasional, yang tentu saja pemerintah daerahnya tidak sedikit mengeluarkan uang untuk membayar biaya iklan yang mahal. Tapi uang agaknya bukan persoalan, sebab timbal baliknya akan lebih besar. Bali misalnya, sebesar apapun uang yang dikeluarkan membiayai iklan di media-media nasional, Bali akan tetap untung, sebab uang terus berputar tiada henti di daerah ini.

Tentu saja, kesuksesan Bali hari ini adalah proses panjang yang telah dibangunnya selama puluhan tahun. Bali benar-benar menjaga citra daerahnya sebagai tujuan wisata, sangat menghargai wisatawan karena mereka sadar bahwa wisatawan adalah sumber uang yang menghidupkan Pulau Dewata itu. Jika citra itu tidak dijaga alamat orang tidak bakal berkunjung lagi. Hidupnya sektor pariwisata, dengan sendirinya menghidupkan sektor-sektor lain, khususnya perdagangan dan jasa.

Lalu bagaimana dengan Sumbar? Baik sebelum maupun pascagempa, agaknya minus terdengar di media massa nasional Sumbar mengiklankan daerah ini sebagai tujuan wisata dengan menjual Bukittinggi salah satunya. Promosi berupa iklan di media nasional sangat kurang. Padahal, jika diiklankan orang akan kagum pada spirit pariwisata Sumbar untuk bangkit.

Memang, sejumlah persoalan klasik yang pelik masih menyelimuti dunia pariwisata Sumbar belum terpecahkan, seperti permasalahan sampah yang seringkali mengganggu pemandangan, soal minimnya tempat parkir plus ulah oknum tukang parkir yang memungut diatas tarif wajar, hingga persoalan pedagang yang ‘memakuak’ harga membuat pening kepala wisatawan. Turis-turis asal Malaysia seringkali menjadi korban akibat ulah oknum pedagang itu, yang tidak menyadari kelakuannya merusak citra Sumbar sebagai daerah tujuan wisata nasional.

Tapi, yang sudah, sudahlah. Biarkan berlalu. Jadikan musibah gempa bumi sebagai spirit baru untuk bangkit dan membenahi sektor pariwisata daerah ini. Promosikan keindahan alam Sumbar seluas-luasnya. Layaknya perusahaan rokok Sampoerna, meski sudah besar, tapi tetap mau beriklan mempromosikan produknya bahkan dengan inovasi-inovasi terbaru. Nah, bagaimana dengan kita? []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar