Rabu, 02 Februari 2011

Bermacet-Macet di Koto Baru

Oleh Muhammad Subhan

KALAULAH Tuan berkendaraan ke Bukittinggi dari arah Padang atau sebaliknya dan melintas di jalan raya Padangpanjang-Bukittinggi tepatnya di Nagari Koto Baru, dan hari itu adalah hari Senin, bersiap-siaplah Tuan menahan hati. Bagi yang tak sabar mungkinlah Tuan akan mendengar kata umpatan dan caci maki dari sopir ataupun penumpang kendaraan umum yang entah ditujukan kepada siapa, sebab di sepanjang jalan terjadi kemacetan panjang.

Apa pasal di hari Senin itu? Rupanya, Senin adalah Hari Pasar (minang: hari pakan) di Koto Baru yang pasarnya memang terhampar di tepian jalan. Sudah tradisi di Minang ini bila pasar suatu nagari berhari pekan, bermacam orang dan pedagang datang membawa segala kebutuhan manusia yang hendak diperjualbelikan di hari itu. Khusus di Pasar Koto Baru, dominan dipenuhsesaki pedagang-pedagang sayur mayur yang datang dari nagari-nagari di sekitar Koto Baru, semisal Nagari Aie Angek, Pandai Sikek, Panyalaian, Koto Laweh, Padang Luar, Banuhampu, Padangpanjang, serta nagari-nagari lainnya. Dan karena hari pasar itu pula, berkarung-karung sayur mayur bertumpuk-tumpuk diletakkan orang di tepian jalan, penuh sesak pula pedagang dan pembeli hingga pasar tumpah ke badan jalan, lalu terjadilah kemacetan.

Kemacetan itu bukan 200-300 meter saja, tapi 2 hingga 3 kilometer panjangnya. Bila ditarik garis tengah dari Pasar Koto Baru, kemacetan terjadi hingga Panyalaian, Kecamatan X Koto Tanah Datar, atau hingga Padang Luar, Kabupaten Agam, menjelang masuk Kota Bukittinggi. Lama macet pun bukan lagi setengah jam, namun sudah hampir 1 jam. Belum lagi macet parah berjam-jam bila di hari pasar itu ada pula truck tronton yang mogok disalah satu ruas jalan menjelang Koto Baru. Yang lebih miris, pernah saya melihat sebuah ambulans yang membawa jenazah meraung-raung suara sirenenya meminta dibukakan jalan, tapi apa hendak dikata, ikutlah ambulans itu terjebak di tengah kemacetan. Bila tak ada aturan bagi ambulans yang membawa orang sakit atau jenazah di lampu merah, tapi di Koto Baru itu ambulans manapun tak dapat berkutik.

Disamping itu, tentulah banyak kerugian lainnya yang ditanggung pemilik kendaraan bila melintas di kawasan Pasar Koto Baru bila hari pasar tiba. Hitung-hitungan kerugiannya begini, kalau maksimal 1 jam saja kendaraan terjebak macet di Koto Baru di hari itu, dan menghabiskan Bahan Bakar Minyak (BBM) 1 liter seharga minimal Rp4.500 per liter (ada kendaraan berbahan bakar bensin dan solar), maka kalikan saja sejumlah kendaraan yang melintas dari pagi hingga petang. Kalau sepanjang hari itu terjebak macet sekitar 3.000 unit kendaraan, baik roda empat maupun roda dua, maka total uang yang terbuang sia-sia di hari itu sebanyak Rp13.500.000. Lalu dikali 4 pekan macet dalam sebulan, maka terbuanglah uang sebanyak Rp54.000.000, atau setahun sebanyak Rp648.000.000. Dalam masa dua tahun terbuang uang lebih dari satu miliar. Tentu sebuah angka nominal yang sangat fantatis dan semuanya adalah lembaran rupiah di tengah kehidupan rakyat yang sedang susah!

Nagari Koto Baru berada dalam wilayah administratif Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Namun jalan raya yang membelah nagari itu adalah Jalan Negara. Pemerintah Kabupaten Tanah Datar masih “menunggu-nunggu” adanya perhatian Negara (Pemerintah Pusat) terhadap jalan itu dengan alasan Pemda Tanah Datar tidak memiliki dana untuk membuat pelebaran jalan ataupun membangun jalan alternatif. Pemerintah Provinsi Sumbar pun seolah “tak mau tahu” terhadap jalan tersebut sehingga bertahun-tahun kondisi kemacetan semakin parah. Gubernur berganti, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Prasarana Jalan berganti, bupati silih berganti, namun kondisi jalan di Koto Baru begitu-begitu saja. Tidak berubah. Meski memang ada pula yang diuntungkan bila terjadi kemacetan panjang, semisal pedagang kacang goreng dan bika bakar di sepanjang kawasan itu, walaupun musiman.

Meski Koto Baru jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Tanah Datar dan pusat pemerintahan Provinsi Sumatra Barat, semua orang mengakui bahwa kawasan Koto Baru dan sekitarnya adalah kawasan pertanian yang cukup potensial. Hanya di kawasan inilah orang dapat menikmati pemandangan alam yang indah, dan hari-hari tertentu dapat menyaksikan turunnya kabut disertai rinai jatuh di kaki Gunung Singgalang yang menjulang. Tak jauh dari Koto Baru berdiri Rumah Puisi yang dibangun Penyair Nasional Taufiq Ismail dan diharapkan menjadi basis kegiatan sastra di Tanah Datar khususnya dan Sumatra Barat umumnya. Di Nagari Aie Angek, nagari tetangganya, ada tempat pemandian air panas yang menjadi terapi kesehatan yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit tertentu. Rumah-rumah makan di sepanjang jalan raya pun bertumbuhan, demikian pula sebuah sekolah agama, MAN/MAPK Koto Baru yang mencetak banyak lulusan berkualitas dan meneruskan pendidikan mereka di Universitas Al Azhar Cairo, berada di kawasan ini.

Kemacetan yang terjadi setiap hari pasar atau empat kali dalam sebulan di kawasan itu tentu saja menjadi pemandangan yang menjemukan dan membuat banyak orang kecewa terhadap pelayanan pemerintah di bidang jalan raya. Kesalahan tentu saja ditimpakan kepada pemerintah kabupaten maupun pemerintah provinsi yang seolah tak peduli terhadap kondisi kemacetan tersebut. Bahkan ada yang menyentil dengan guyonan, kota kecil Padangpanjang saja yang nyaris tidak ada kemacetan lalulintas malah mampu membangun jembatan layang (fly over), konon lagi Tanah Datar yang berwilayah luas dan memiliki PAD sedikit lebih besar. Padahal dana pembangunan fly over Padangpanjang sebagian besar dibiayai APBN, atau Pemerintah Kabupaten Tanah Datar yang tidak jeli melobi pemerintah pusat sehingga kawasan Koto Baru yang sering macet itu bisa dapat bantuan dana untuk dibuatkan fly over pula.

Entahlah. Yang pasti beribu-ribu orang pengguna kendaraan di hari pasar Koto Baru itu tiap pekannya mengeluh yang tentu saja akan melahirkan citra buruk bagi daerah Tanah Datar di mata orang luar. Sebab, yang melintas di jalan itu, beragam daerah asalnya khususnya daerah-daerah disekitar Sumatra Barat, semisal Riau, Medan, Jambi, dan bus-bus yang membawa penumpang antar kota antar provinsi hingga ke Pulau Jawa. Semoga, harapan banyak orang, soal kemacetan lalulintas di kawasan Koto Baru itu menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Tanah Datar dan Gubernur Sumbar di tahun 2011 ini sehingga tidak ada kemacetan lagi. Sebab khawatir saya, bila masih macet juga, lalu melintas lagi ambulans pembawa jenazah dan ikut terjebak macet disana, alamat orang yang sudah mati itu hidup lagi, dan mencak-mencak di tengah jalan raya. Wallahu a’lam. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar