Oleh: Muhammad Subhan
TOPOGRAFI Bukittinggi yang berbukit dan berlembah membuat kota wisata ini menjadi indah. Kemanapun mata memandang, hanya gambaran pemandangan yang seolah dilukis; ada bangunan-bangunan megah bagonjong di atas bukit, ada rumah-rumah penduduk yang terhampar ribuan banyaknya, ada kebun berpetak-petak di lereng bukit yang rendah, dan pijaran-pijaran bohlam dari petak-petak ruko yang mengelilingi Jam Gadang ketika malam datang menjelang.
Karena topografi yang berbukit-bukit itu pulalah jalan-jalan di kota ini mendaki dan menurun. Konon kabarnya, berdasarkan bukit-bukit itu kemudian pemerintahan di kota ini dibagi ke dalam lima jorong (sebelum orde baru—pen). Saya mencatat, ada Jorong Guguak Panjang, Jorong Mandiangin Koto Selayan, Jorong Bukit Apik Pintu Kabun, Jorong Aua Tigobaleh, dan Jorong Birugo Aua Tajungkang.
Bagi wisatawan atau pendatang yang baru menetap di kota wisata ini, kesan pertama yang terucap terhadap Bukittinggi adalah; sejuk! Sejuk airnya, sejuk udaranya, dan sejuk pula mata memandang kehidupan ragam kultur masyarakat yang beraktivitas saban hari, khususnya di kawasan Pasar Banto, Pasar Aua Kuniang, Pasar Atas, Pasar Bawah, dan sejumlah pasar-pasar tradisional lainnya.
Bukittinggi tidak seluas Kota Padang sebagai pusat pemerintahan Provinsi Sumatra Barat. Luas kota ini hanya 25,24 Km² dengan koordinat 100,210°-100,25° BT 00,160°-100,25° LS.
Berdasarkan data di Badan Pusat Statistik (BPS) Bukittinggi, jumlah penduduk kota ini 100.254 dengan kepadatan 3.970 jiwa/km². Sayangnya, warga miskin di Bukittinggi terbilang besar juga yang terlihat dari jumlah penerima Bantuan Tunai Langsung (BLT) pemerintah sebanyak 4.087 KK.
Sejumlah objek wisata yang membuat Bukittinggi menjadi bertambah indah dan selalu ramai pengunjung adalah Taman Jam Gadang yang berada di pusat kota. Jam Gadang yang angka empatnya itu bukan angka romawi, menjadi simbol Bukittinggi. Belum lengkap pula rasanya bagi pendatang kalau belum ber’kodak-kodak’ sejenak dengan latar jam peninggalan zaman Belanda itu.
Begitu pula, Lembah Ngarai Sianok, Taman Panorama, Lobang Jepang, Taman Bundo Kanduang, Replika Rumah Gadang, Kebun Binatang, Benteng Fort de Kock, Jembatan Limpapeh, dan Perpustakaan Bung Hatta yang diresmikan Presiden RI beberapa tahun lalu, menambah indahnya kota kelahiran pahlawan Proklamator Bung Hatta.
Melengkapi semua keindahan itu, beberapa waktu lalu pemerintah kota mencanangkan program ‘Kawasan Sejagat Bebas Sampah’. Perang sampah, begitulah kira-kira. Dan Pemko Bukittinggi tidak main-main soal kebersihan ini. Hampir setiap hari mobil Unit Penerangan Pemko ‘berhalo-halo’ mensosialisasikan kepada warga dan pengunjung agar memperhatikan kebersihan, keindahan dan ketertiban (K3). Bahkan, bagi siapa saja melanggar K3 yang sudah diatur dalam Perda 25/2004 tentang Tibum, bersiap-siaplah dikenai sanksi hukum perda itu. Semoga, itupun tidak sekedar "gertakan" dan benar-benar sanksi ditegakkan agar memberikan efek jera kepada masyarakat yang melanggar.
Maka, semakin bersih dan indahlah Bukittinggi, Euy! []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar