Selasa, 05 Januari 2010

Puluhan Guru Bahasa dan Sastra Kenang WS Rendra


Minggu, 9 Agustus 2009 | 20:35 WIB

*DI RUMAH PUISI TAUFIQ ISMAIL

PADANG PANJANG, Tribunpekanbaru.com -- Wafatnya Penyair “Si Burung Merak” WS Rendra (1935-2009) dikenang puluhan guru Bahasa dan Sastra Indonesia se Sumatera Barat yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sumbar, Minggu (9/8), di Rumah Puisi Taufiq Ismail, Nagari Aie Angek, Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar.

Dalam acara itu juga dibacakan sajak-sajak karya Rendra yang fenomenal, seperti “Sajak Sebatang Lisong”, “Stanza”, “Kenangan dan Kesepian”. Selain para guru, puisi-puisi Rendra juga dibaca oleh Penyair Sumbar yang juga Dosen STSI Padang Panjang, yaitu Yusril dan Tatang Rukmana.

Taufiq Ismail yang juga pendiri Rumah Puisi di Nagari Aie Angek, menceritakan kenangan-kenangannya bersama Rendra yang merupakan sahabatnya. Bagi Taufiq, Rendra merupakan penyair yang kritis terhadap ketidakadilan yang dilakukan rezim pemerintah. Sikap kritis Rendra juga terbaca dalam sajaknya “Sajak Sebatang Lisong” yang beberapa hari terkahir dirilis beberapa media televisi nasional.

“Ketika Rendra terbaring sakit saya bersama Ati (istri Taufiq Ismail—red) sempat membezuknya. Dalam sakitnya Rendra tetap bersemangat,” ujar Taufiq Ismail mengenang.

Bagi Taufiq Ismail, Rendra adalah seorang muslim sejati meski dia seorang muallaf. Sebelum memeluk Islam, Rendra mempelajari banyak agama dalam mencari kebenaran. Dalam suatu kesempatan, ujar Taufiq, dalam kunjungan ke Inggris, pada suatu Subuh Rendra mendengar suara adzan yang sangat merdu dan menggugah jiwanya.

“Ketika mendengar suara adzan itu Rendra menangis, dan saat itulah ia mantap memilih Islam dan menjadi penganutnya yang baik hingga wafatnya,” ujar Taufiq.

Wafatnya Rendra, jelas Taufiq, di hari baik bulan baik yang tidak semua orang mendapatkannya. Rendra dipanggil Sang Khalik di malam Nisyfu sya’ban, malam Jumat, dan dishalatkan serta dimakamkan usai shalat Jumat.

Selain mengenang Rendra, pada kesempatan tersebut juga diadakan acara melepas salah seorang guru terbaik Sumatera Barat, Drs. Risman, M.Pd., guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Negeri 1 Baso, Kabupaten Agam. Risman terpilih menjadi guru Bahasa dan Sastra Indonesia dan mengajar disalah satu sekolah Kedutaan Indonesia di Negera Jepang.

Selama ini, Risman dikenal sebagai mantan wartawan, penulis buku mata pelajaran, penulis buku fiksi anak dan juga menerbitkan majalah siswa SMAN 1 Baso bernama majalah “Simba”.

Dalam sambutannya Risman memohon doa kepada para guru untuk tugas-tugasnya di Jepang nanti. Dia juga mengharapkan di suatu saat nanti guru-guru asal Sumatera Barat banyak yang mendapat kesempatan belajar dan juga mengajar di luar negeri.

“Jika ada kemauan di sana ada jalan. Alhamdulillah kesempatan ini akan saya gunakan sebaik-baiknya untuk belajar dan mengajar,” ujar Risman.

Ketua MGMP Bahasa Indonesia Sumbar, Dra. Yurnelis pada kesempatan itu mengatakan, terpilihnya Risman sebagai guru di sekolah kedutaan Indonesia di Jepang merupakan kebanggaan Sumatera Barat. Apa yang telah diraih Risman menjadi motivasi para guru untuk terus meningkatkan kompetensinya.

“Mohon komunikasi kita tidak terputus dan kami berharap bapak Risman berkenan membagi-bagi pengalamannya selama di Jepang nanti,” ujar Yurnelis.

Taufiq Ismail di MAN Koto Baru

Sementara itu, Penyair Nasional Taufiq Ismail yang juga pendiri Rumah Puisi berbicara di hadapan seratusan guru tingkat SMP/SMA se Sumbar, Sabtu (8/8) di MAN Boto Baru, Padang Panjang. Taufiq tampil sebagai pembicara dalam “Seminar Pengembangan Metode Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang Asyik dan Menyenangkan”.

Dalam pemaparannya, Taufiq Ismail mengungkapkan, beratus-ratus tamatan SMA Indonesia sejak pengakuan kedaulatan 1950 sampai sekarang menjadi Generasi Nol Buku, yang rabun membaca dan lumpuh menulis. Nol buku karena tidak mendapat tugas membaca melalui perpustakaan sekolah, sehingga rabun membaca.

“Lumpuh menulis karena hampir tidak ada latihan mengarang di sekolah,” katanya.

Para guru, menurut Taufiq Ismail, tidak dapat disalahkan lantaran semuanya telah tersusun dalam kurikulum pelajaran yang terpusat. Guru mengikuti saja tanpa adanya kreatifitas untuk mengembangkan. “Memang membutuhkan waktu sangat panjang untuk merobah paradigma pengajaran sastra di sekolah selama ini,” ujar Taufiq.

Taufiq Ismail mendirikan Rumah Puisi di Aie Angek, salah satu tujuannya adalah untuk melatih guru Bahasa dan Sastra Indonesia . Dalam pelatihan itu guru akan diajarkan metoda pengajaran Bahasa dan Sastra yang asyik dan menyenangkan.

Dalam seminar tersebut, selain Taufiq Ismail, juga tampil sebagai pembicara Dosen UNP Dr. Harris Effendi Thahar, M.Pd dengan makalah “Pembelajaran Menulis, Proses dan Persiapan Guru”, dan Muhammad Subhan, wartawan dan penulis dengan makalah “Kiat Menembus Media Massa. (*)

Sumber: http://www.tribunpekanbaru.com/read/artikel/8130/puluhan-guru-bahasa-dan-sastra-kenang-ws-rendra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar