Oleh: Muhammad Subhan
Zurni, 50 tahun, merasa beruntung mendapat pembinaan dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bukittinggi. Kalaulah tidak ia tak akan pernah kenal dengan namanya koperasi. Dengan berkoperasi itu pula, lambat laun usahanya semakin berkembang. Omset bertambah, ekonomi keluarga pun terbantu.
Perempuan warga Birugo Bukittinggi ini adalah satu dari puluhan pedagang pakaian sekolah di Jalan Kumango Belakang Pasar Atas Bukittinggi. Ia berdagang di lokasi itu telah cukup lama, sejak tahun 1986. Kedai kecil pakaiannya ia berikan merek “Zurni Konveksi”.
Sebelum menjadi anggota koperasi PKL bisa dibilang pendapatannya senin kemis. Ia pun sering berhubungan dengan rentenir atau tengkulak yang ketika itu marak di Bukittinggi. Karena bunga pinjaman pada tengkulak tinggi, tak jarang pendapatannya terkuras hanya untuk mencicil bunga yang ia pinjam pada tengkulak. Ekonomi keluarganya pun makin morat marit.
“Secara tidak sadar para tengkulak itu bukannya membantu, melainkan malah mencekik pedagang, dan saya sangat merasakan itu,” ujar Zurni yang mempunyai tiga orang anak yang dua diantaranya masih duduk di bangku sekolah.
Zurni tertarik bergabung di koperasi PKL setelah ia mendapat penyuluhan dari petugas Perindagkop Bukittinggi tentang pentingnya berkoperasi bagi para pedagang. Rekan-rekan seprofesinya pun tertarik pula karena dengan berkoperasi mereka bisa mendapatkan bantuan modal usaha. Maka mulai akhir 2008 lalu Zurni resmi menjadi anggota Koperasi “Restu P2KL” (Persatuan Pedagang Kaki Lima) Pasar Atas Bukittinggi.
“Sejak menjadi anggota koperasi ini saya menyatakan putus hubungan dengan rentenir atau pun tengkulak,” ujar Zurni sembari tersenyum sumringah.
Jika sebelum menjadi anggota koperasi penghasilan Zurni hanya antara Rp50 ribu hingga Rp100 ribu, kini penghasilannya bisa dibilang meningkat, menjadi rata-rata Rp200 ribu sehari. Itu juga lantaran ia tak lagi mencicil bunga pinjaman pada rentenir.
Besarnya manfaat berkoperasi itu juga dirasakan Nasrizal, 48 tahun, pedagang sandal dan baju merek jam gadang di Jalan Muka Pasar Atas No 01 Bukittinggi. Sejak mendapat pembinaan dan menjadi anggota koperasi usahanya semakin berkembang. Bahkan ia mengaku bisa berpenghasilan hingga Rp2.250.000 per minggu.
“Saya mendapat bantuan pinjaman modal dari Koperasi “Restu PKL” dan saya gunakan untuk menambah kebutuhan barang usaha,” ujar lelaki yang menamakan merek kedainya “Dara Minang Sandal”.
Nasrizal mulai bergabung menjadi koperasi “Restu P2KL” sejak akhir 2008 bersama PKL lainnya. Di lokasi yang sama, berdagang pula belasan pedagang sepatu dan pakaian merek jam gadang yang merupakan salah satu trade mark Bukittinggi. Banyaknya pengunjung yang datang ke Bukittinggi tentu saja berdampak baik bagi usaha mereka.
“Saya bukan saja bisa mendapatkan pinjaman modal usaha, namun juga terjalin rasa kebersamaan antara pengurus dan anggota koperasi serta antar sesama PKL,” ujar Nasrizal yang mulai berusaha sejak tahun 1998 silam.
Baik Zurni maupun Nasrizal adalah PKL yang beruntung dapat bergabung menjadi anggota Koperasi Restu P2KL Pasar Atas Bukittinggi. Koperasi ini mulai berdiri sejak Juni 2008 dan merupakan satu-satunya koperasi PKL di Bukittinggi yang telah berbadan hukum dengan nomor 29/BH/III-10/III.2009 tanggal 19 Maret 2009.
Koperasi Restu P2KL saat ini beranggotakan 123 orang dengan berbagai jenis usaha anggota seperti cenderamata, ikat pinggang, dompet, assesories HP, jam, pakaian, sandal dan lainnya. Koperasi ini diketuai H. Armen, dengan wakil ketua Yuza, sekretaris Noviandri dan bendahara Salman. Jam kantor buka pada hari Minggu dan Senin setiap minggunya.
”Simpanan dan angsuran pinjaman dijemput ke tempat anggota berdagang dan pemberian pinjaman diantar ke tempat anggota berdagang,” ujar Ketua P2KL H. Armen yang juga mengatakan jumlah simpanan pokok anggota Rp100 ribu per orang dan simpanan wajib Rp100 ribu per orang per minggu.
Ditambahkannya, dari asset simpanan pokok dan simpanan wajib anggota itu, Koperasi P2KL setiap minggunya sudah bisa memberikan pinjaman kepada 4 sampai 5 orang anggota dengan jumlah pinjaman maksimal Rp5 juta. Dengan adanya koperasi ini manfaat yang dirasakan anggota adalah, tersedianya sumber modal yang mudah dan murah sehingga PKL dapat mengembangkan usaha mereka ke arah lebih baik.
Menurut Kabid Koperasi pada Dinas Perindagkop Bukittinggi, Yetti Murni, S.E., pemberdayaan usaha mikro khususnya PKL di Bukittinggi telah dilakukan sejak tahun 2007 dengan berbagai kegiatan pembinaan bagi PKL dengan menggunakan pembiayaan yang bersumber dari dana APBD Kota Bukittinggi dan dana APBD Propinsi Sumatera Barat.
Sampai tahun 2008 telah dibina sebanyak 200 orang PKL di Kota Bukittinggi yaitu PKL yang berdagang di lokasi Pasar Atas (162 orang), TMSBK (24 orang) dan Jalan Perintis Kemerdekaan (14 orang). Pembinaan diarahkan kepada penumbuhan kehidupan berkoperasi di kalangan PKL, peningkatan kualitas SDM, dan peningkatan akses permodalan bekerjasama dengan Dinas Koperasi dan PKM Propinsi Sumatera Barat serta perbankan.
Beberapa kegiatan pembinaan yang telah dilakukan, yaitu registrasi PKL, pemberian ID Card kepada PKL, peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan dengan pembiayaan dari APBD Kota Bukittinggi, diantaranya kewirausahaan, menejemen usaha kecil (MUK), menejemen keuangan, dinamika kelompok, penumbuhan kehidupan berkoperasi, bimbingan dan konsultasi, pengembangan koperasi PKL, perkuatan modal melalui koperasi dengan pemanfaatan dana APBD Sumbar, promosi barang dagangan PKL melalui pameran dan pengisian toko di Banto Trade Centre (BTC) serta fasilitasi kepada sumber modal terutama Bank Nagari Cabang Bukittinggi melalui penyaluran Kredit Peduli Usaha Mikro (KPUM).
Hasil dari kegiatan pembinaan PKL tersebut antara lain, tumbuhnya empat buah koperasi PKL yang merupakan wadah berorganisasi dan sarana pemenuhan kebutuhan modal bagi PKL, yaitu KSU Restu P2KL di Pasar Atas Bagian Barat (sudah berbadan hukum), Koperasi Badunsanak di Pasar Atas Bagian Timur dan Belakang Pasar, Koperasi Kebun Bunga di TMSBK, dan KSU Mitra Mulia di Jalan Perintis Kemerdekaan.
”Dengan adanya koperasi ini tentu saja makin tersedianya sumber modal yang lebih memadai dan menghindarkan PKL dari jeratan rentenir yang selama ini merupakan solusi bagi mereka dalam pemenuhan kebutuhan modal,“ ujar Yetti Murni.
Disamping itu, dengan adanya koperasi ini pula terjadi perobahan pola pikir dan pola kerja PKL terutama dalam pelayanan konsumen. Juga tersalurkannya dana perkuatan PKL yang bersumber dari dana APBD Propinsi Sumbar sebesar Rp300 ribu untuk masing-masing PKL serta tersalurkannya dana KPUM Bank Nagari Cabang Bukittinggi kepada PKL yang berdagang di TMSBK sebesar Rp129 juta (2008).
Sementara di tahun 2009 dilakukan pembinaan PKL dengan pola yang sama, yaitu sebanyak 77 orang diberikan dana perkuatan PKL masing-masing sebesar Rp500 ribu melalui dana APBD Propinsi Sumatera Barat, serta peningkatan kualitas SDM 125 orang PKL dengan menggunakan dana APBD Kota Bukittinggi untuk kegiatan kewirausahaan, menejemen usaha kecil (MUK), menejemen keuangan dan dinamika kelompok. []
[Tulisan ini sebagai bahan dalam buku Kredit Mikro Nagari (KMN) yang diterbitkan Bappeda Sumatera Barat, 2009]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar