Jumat, 01 Januari 2010

Wawancara Bersama Buya Mas’oed Abidin Terkait Gempa Sumbar


Pengantar Redaksi:
Gempa bumi yang mengguncang Ranah Minang pada Rabu, 30 September 2009 lalu menyisakan trauma dan luka mendalam. Sepuluh hari pasca Hari Raya Idul Fitri 1430 Hijriyah, alam murka mengundang bencana yang tak pernah diduga sebelumnya. Lebih 700 jiwa kehilangan nyawa, ribuan luka-luka, ribuan jiwa lainnya terkubur di bawah puing-puing reruntuhan rumah-rumah mereka yang nyaris rata dengan tanah. Air mata berlinang. Sumatera Barat berduka.
Pertanyaannya, benarkah musibah demi musibah yang merundung bangsa Indonesia ini semata lantaran fenomena alam belaka? Ada apa dibalik semua bencana yang diturunkan Allah itu? Benarkah kemaksiatan semakin merajalela di mana-mana dan manusia semakin melupakan Tuhannya? Banyak orang berspekulasi tentang semua dugaan itu. Pro dan kontra. Para pakar memberi jawaban secara akademis berdasarkan teori-teori yang mereka pelajari. Yang awwam bertanya-tanya musibah apa lagi yang datang setelah ini.
Menurut pandangan Islam musibah yang melanda bumi bukanlah semata gejala alam belaka. Semuanya sudah tersurat dalam Kitab Lauh Mahfuzh. Seperti tersurat dalam al-Qur’an Surat al-Israa’ (17) ayat 58: ”Tak ada satu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Lauh Mahfuzh).”
Menyikapi fenomena gempa bumi di Ranah Minang ini, Reporter Sabili di Padang Muhammad Subhan, berkesempatan mewawancarai Penasehat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, Buya H. Mas’oed Abidin. Berikut petikan wawancaranya:

***

Pandangan Buya terhadap fenomena beruntunnya bencana di negeri ini?

Dari padangan ajaran agama Islam, tidak terjadi sesuatu kecuali hanya atas izin Allah semata. Apa yang terjadi ini sudah menjadi ketentuan Allah. Memang sangat erat kaitannya, sebuah musibah itu dengan perangai atau kelakuan manusia. Banyak keterangan di dalam Alquran, dan juga pemberitaan hadist Rasulullah SAW (… jika kita memang masih mempercayainya, karena sudah banyak orang tidak mau merujuk kepada Alquran atau sunnah, dengan berbagai alasan ilmiah rasional yang dangkal…). Bagi Muslim Mukmin Muttaqin, Alquran adalah pedoman yang terang. Sunnah adalah penjelas yang jelas. Bila kita merujuk ke sana, kita mendapatkan pelajaran berharga. Banyak kisah Alquran menceritakan umat terdahulu itu binasa. Karena perangai mereka. Kepada mereka ditimpakan bencana. Melalui hukum Allah, alam bicara. Ada umat yang ditelan bumi (Qarun, kaya, bakhil). Ada umat yang ditenggelamkan air laut atau tsunami (Fir’aun, penguasa zalim, yang mendurhakai Allah, tidak mempercayai Rasul, bersilantas angan, etnic cleansing terhadap kaum Imran, tidak mempercayai hukum Allah). Ada pula yang dihancurkan dengan gempa besar (umat Nabi Shaleh, aniaya, menyiksa kaum lemah, mengurangi takaran dan timbangan, suka berkorupsi dsb).
Maka dari keterangan Alquran ini, dapat kita tarik kesimpulan bahwa antara kelakuan manusia berkaitan erat dengan musibah yang datang. Namun, kita tidak bisa mengatakan bahwa musibah gempa semata (100%) fenomena alam saja. Pasti ada kaitannya dengan perangai umat di dalam alam itu. Maka dari segi tauhid, ada yang perlu diperbaiki secara terus menerus. Dengan kekuatan penuh. Agar umat ini kembali memiliki sikap perangai yang baik (akhlaqul karimah). Ibadah yang teratur. Serta berpegang kepada agama. Bagi Negara Indonesia, kita masih mengakui Pancasila sebagai dasar Negara. Di sana masih terpateri dengan kuatnya, KETUHANAN YANG MAHA ESA. Menurut Buya itu tidak lain adalah berpegang kepada ajaran agama yang benar. Karena itu secara lebih jauh, kita mesti lakukan introspeksi dalam semua bidang dan semua kegiatan. Termasuk kurikulum pendidikan akhlak karimah (etika religi) yang tidak hanya mengandalkan kepada pemahaman-pemahaman rasional saja. Agar bangsa ini tidak menjadi luluh lantak dari sisi mental spiritual. Bila tidak, maka umat ini akan menjadi umat yang “too much science too little faith”… Inilah bencana lebih besar.

Hubungan Bencana yang beruntun di Indonesia dengan maraknya kemaksiatan dan minimnya orang-orang shalih? (Ka’ab Bin Malik mengatakan, “Tidaklah bumi berguncang, kecuali karena ada kemaksiatan yang dilakukan di atasnya. Bumi bergetar karena takut Rabbnya melihatnya.”

Sudah jelas sekali. Ada warning dari Rasulullah, yang tidak dapat tidak mesti diyakini dan dipercayai oleh setiap mukmin muttaqin. Warning (peringatan) Rasulullah ini, mesti disikapi dengan peraturan hidup bernegara yang tegas dan jelas. Perlu disikapi dengan kurikulum pendidikan di segala bidang yang baik. Kita tidak dapat acuh tak acuh dengan warning agama ini. Walau ada kenyataan kini, bahwa telah mulai tumbuh generasi EGP (emang gue pikiran) terhadap peringatan agama ini. Ada pendapat bahwa agama hanya untuk ritual dan seremonial. Soal hidup bernegara, tidak ada sangkut pautnya dengan agama. Jika pendapat ini terus dibiarkan berkembang, maka musibah tidak lagi semata fenomena alam. Akibat lebih berat akan dirasakan oleh generasi ini, dari masa ke masa. Binasa dan hilang dari peta budaya.

Membaca keterangan Rasulullah, Umar Bin Khathab, Siti Aisyah, dan Ka’ab Bin Malik sepertinya, ada keterkaitan antara ketidakadaan (minimnya) orang-orang shaleh dan syahid di jalan Allah, merajalelanya kemaksiatan, dan kezaliman penguasa dengan terjadinya bencana. Pandangan Buya tentang ini?

Kesalehan menjadi sangat penting. Kesalehan adalah sesuatu pengamalan dari bimbingan agama. Kesalehan sesuatu bentuk dari keikhlasan karena Allah. Kesalehan ada dalam bingkai redha Allah. Kesalehan tidak boleh dipilah-pilah menjadi saleh pribadi, saleh sosial dan sebagainya, yang terpisah satu dan lainnya. Kesalehan adalah utuh, baik secara pribadi ataupun secara sosial. Tidak mungkin orang yang saleh pribadi menjadi tidak acuh dengan lingkungan sosialnya. Sebaliknya tidak bakal terjadi orang yang saleh terhadap lingkungannya tapi bangkrut terhadap pribadinya. Kesalahan utama kita ialah hilangnya kesalehan.

Ada banyak orang yang tak acuh bila terjadi kemaksiatan di sekelilingnya. Alasannya sederhana. Biarkan saja selama bukan kita yang melakukannya. Bila ini terjadi, maka prinsip amar makruf nahi munkar hilang. Akibat lebih jauh doa tidak diijabah lagi. Ini akan mengundang beribu kemelut. Baik dari dalam diri (tekanan emosional) maupun dari dalam masyarakat (cheos). Kadang-kala kita terperangkap kepada pengertian HAM yang salah. Maka menurut pandangan orang pintar-pintar di mana saja, HAM itu harus diterjemahkan bijak dengan kearifan lokal yang dipunyai satu bangsa. Tidak boleh ditelan mentah-mentah.

Masyarakat Indonesia di Nusantara, sudah terkenal sebagai masyarakat yang mengutamakan kegotongroyongan. Tetapi ketika musibah datang mendera, gotong royong (taawun) itu hilang. Berganti dengan nafsi-nafsi (individualism). Jadinya beban semakin berat. Bahkan di mana-mana sering terjadi penjarahan. Karena tidak rapinya pendistribusian. Mungkin lantaran surat jalan belum ditekan, sehingga lahir sikap materialism itu. Tidak dapat tidak, antara satu sikap dengan lainnya kait berkait dengan ajaran etika religi, atau kesalehan agama.

Rentetan waktu terjadinya gempa dengan peringatan Allah dalam al-Qur’an:

a. Gempa Jawa Barat (Tasikmalaya) terjadi pukul 15:04 Wib. Jam 15.04 identik dengan al-Qur’an Surat al-Hijr (15) ayat 4: ”Dan Kami tiada membinasakan sesuatu negeri pun, melainkan ada baginya ketentuan masa yang telah ditetapkan.”

b. Gempa Sumbar terjadi pukul 17:16 Wib. Ini identik dengan al-Qur’an Surat al-Israa’ (17) ayat 16: ”Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”

c. Gempa Susulan di Sumbar terjadi pukul 17:58 Wib. Ini identik dengan al-Qur’an Surat al-Israa’ (17) ayat 58: ”Tak ada satu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh).”

d. Gempa di Jambi terjadi pukul 08:52 Wib. Ini identik dengan al-Qur’an Surat al-Anfaal (08) ayat 52: ”(Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi amat keras siksaan-Nya.”

Pertanyaan: ayat-ayat di atas dan waktu terjadinya gempa apakah hanya kebetulan atau memang merupakan peringatan Allah SWT?

Ayat Alquran di atas memang benar. Allah tidak bermain-main dengan wahyu Nya. Akan tetapi perlu di ingat bahwa jangan dikaitkan peristiwa gempa dengan angka-angka ayat itu. Isi ayat Alquran ini menjadi peringatan keras untuk kita. Jangan dilanggar. Ikuti dengan benar, kalau mau selamat. Tapi tidak ada kaitannya peristiwa gempa dengan angka-angka ayat itu. Bila ini dibiarkan terus, maka eksistensi Alquran akan berubah jadi klenik. Alquran tidak sama dengan prambon, yang banyak dipakai oleh paranormal dan cara akal-akalan semata, kadang-kadang tidak diterima oleh akal sehat. Dan gempa tidak ada satu kaitanpun dengan angka-angka. Satu contoh, bila umpamanya terjadi gempa pada tanggal 31 Januari, apakah kita akan mengaitkan dengan ayat 31 surat 1 (?), sementara surat 1 itu hanya jumlah ayatnya 7 saja? Atau dikaitkan dengan surat 31 ayat 1, di mana artinya sudah berbeda (ALIF LAM MIM) pendahuluan dari Surat Lukman itu?.

Buya memandang beruntunnya bencana di negeri ini, merupakan peringatan atau azab Allah? Apa konsekuensi dari masing-masing jenis ini?

Alhamdulillah, Umat Muhammad tidak serta merta diazab oleh Allah sebagaimana ketika umat terdahulu mendapatkan azab tersebab perbuatan dosa mereka. Lihat saja betapa Umat Nabi Luth dihimpit oleh tanah, sehingga mereka hilang ke dalam perut bumi. Umat Ad dan Tsamud yang dibinasakan dengan bencana gempa serta angin puting beliung. Bangsa Saba dengan angin gurun yang kering, sehingga tanah mereka menjadi kering kerontang. Umat Nabi Musa yang menjadi terpecah belah dan menjadi bangsa yang berperang sepanjang masa. Umat Nabi Nuh tenggelam di air bah dan tsunami. Alhamdulillah, umat Muhammad masih diberi ujian dan cobaan. IMTIHAN dan FITNAH. Masih ada kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dengan bertaubat dan kesalehan. Allah masih mengampuni kesalahan umat Muhammad. Betapapun besar dosanya, selama mereka mau bertaubat. Taubaatan Nashuha, artinya mengubah perangai, membenci kesalahan, membenci perbuatan dosa. Kemudian mengikuti keburukan lalu dengan kebaikan, di masa ini dan masa datang.

Artinya ada recovery terhadap jiwa dan keimanan. Dan ini dapat dilakukan terus menerus. Tidak hanya sekali sekali saja ketika Ramadhan datang. Kemudian menjadi jalang lagi kalau Ramadhan telah pergi. Atau menjadi shaleh ketika pergi umrah dan menjadi Thaleh (calih, bhs. Minang) artinya khianat sesudahnya. Hendaknya jangan dijadikan agama sekedar pakaian selebriti. Dakwah seperti tontonan. Menjauh dari tuntunan Allah dan Rasulullah.

Hanya satu dosa yang tidak pernah diampuni oleh Allah. Musyrik. Musyrik bisa jadi Khafiy (tersembunyi) yakni riya, atau beramal semata hanya ingin dilihat dan dipuji oleh orang banyak, artinya hilangnya kesalehan dalam arti sesungguhnya. Mungkin dari titik ini kita mengundang bencana.

Apa yang bisa dilakukan oleh umat Islam yang awam dalam ilmu agama? Minang terkenal dengan adat basandi syara, syara basandi kitabullah. Kecil disurau besar merantau, bagaimana realitanya?

Kembalilah kepada ajaran agama yang benar. Kembalilah kepada ajaran Alquran dan Sunnah. Artinya jangan hanya dijadikan agama itu pakaian di surau atau masjid saja. Bawalah ajaran agama itu di dalam berjual beli di pasar (jujur, amanah, tidak menipu, menjaga kualitas). Jangan terjadi hendaknya karena ada kesempatan kita mengambil keuntungan besar di saat orang lain sempit. Perangai ini bukan perorangan orang yang mengamalkan ajaran agama dengan benar. Bawa jugalah agama itu ke sekolah-sekolah dan kantor-kantor. Tampaknya setiap kantor dan sekolah kini sudah punya sarana ibadah. Ada masjid ada mushalla. Ada pula guru agama. Tetapi ketika datang panggilan shalat, kita abaikan. Masjid dan mushalla yang dibangun hanya menjadi monument, menandakan di negeri itu ada umat Islam, walaupun tidak pernah diramaikan untuk kegiatan shalat. Ada kebiasaan baik kini, kalau terdengar adzan, orang diam dan tafakur sejenak. Rapat-rapat dan meeting diam seketika. Kenapa tidak diskors saja untuk beberapa menit. Pemimpin rapat dari semua tingkatan itu, semestinya menyatakan kita shalat dulu. Nanti selesai shalat kita sambung lagi. Mari kita belajar kepada rapat-rapat kabinet dan di saat pertama kita akan atau sudah merdeka. Shalat kita pelihara dengan baik, walau pengeras suara belum ada. Walau masjid/mushalla baru amat sederhana. Dari sisi ini kita tidak dapat mengatakan bahwa kita sudah maju, walau 63 tahun telah kita lalui. Kita jadi mundur. Dalam cara berbakti juga begitu. Berapa banyak harta yang rela dikorbankan. Emas perak dan perhiasan yang ditanggalkan. Semuanya untuk perjuangan kemerdekaan. Tidak ada harap balas dari pemerintah masa itu. Yang ada hanya harap balas dari Allah semata. Ini namanya kesalehan pribadi yang membekas kepada kesalehan sosial. Kini sebaliknya yang terjadi. Orang tidak mau berbuat banyak bagi umat dan lingkungannya. Ketika musibah datang banyak sumbangan datang. Banyak pula penjarah berkembang. Banyak pula merek ditempelkan. Agar mendapat sanjungan dan pujian dari khalayak ramai. Hilang keikhlasan. Hendaknya jangan terjadi, musibah dijadikan ajang kampanye, pilihlah kami. Bila ini terjadi musibah dalam bentuk lain akan dituai pula. Banyak kita yang sudah meninggalkan kearifan berbangsa dan bernegara dalam bimbingan etika agama (akhlaqul karimah). Banyak pula yang menggantinya dengan semata mengharapkan pamor dan pujian. Ini juga akan menuai musibah satu ketika. Na’udzuibilah min dzalik.

Apa yang harus dilakukan oleh penguasa di negeri ini?

Ikhlaslah, jujurlah, dan amanahlah di dalam menunaikan tugas berat ini. Jika semua itu dapat dilakukan, Insyaallah kemashalahatan umat akan terjaga, Negara akan aman sejahtera, baldatun thayyibah wa rabbun ghafuur.

Apa karena umat Islam terus diperangi, (terorisme) sehingga alam pun protes?

Pertanyaan ini ngelantur dari jalurnya. Umat Islam itu tidak teroris. Kata-kata teroris adalah kata import. Sumbernya tidak jelas produk siapa. Bila terror diartikan fasad, maka Alquran tegas melarang fasad ini. Kata-kata jihad pun perlu diterjemahkan secara lurus dan benar. Arti jihad itu semata adalah kesungguhan di jalan Allah. Li I’laa I kalimati l-Llah. Semata upaya meninggikan kalimat Allah. Jihad tidaklah menghancurkan orang lain. Jihad bukan membunuh. Teror kalimat berasal dari mana? .

Komentar Buya terhadap bantuan dari luar negeri, dari Minang perantau dan dari umat Islam sendiri?

Bantuan dari luar negeri dan dari perantau itu bagus. Dan ini membuktikan bahwa kesetiakawanan kita tumbuh dengan sempurna dan baik. Bayangkan saja ketika gempa terjadi di Sumbar pukul 17.16 WIB. Pada waktu subuh besoknya, dua helicopter dari Swiss sudah masuk ke Padang. Mereka datang dengan peralatan pemantauan korban yang canggih. Kita belum punya itu. Kemudian datang pula bantuan lainnya, dari Korea, Jepang dan sebagainya. Mereka datang dengan transportasi cepat tanggap.

Alhamdulillah, tandanya persaudaraan terjalin baik antar bangsa. Adakah kehadiran ini satu yang salah? Rasanya tidak salah. Sementara kita semua masih takut dan trauma. Cuma sayangnya kita belum siap menerima tamu. Banyak cerita mengenaskan dan mencemaskan terjadi. Sehingga orang yang harus membantu terpaksa harus bayar dengan harga yang tinggi di Bandara. Ini kabar cerita yang berkembang. Sewa kenderaan membubung tinggi. Memang ada juga yang mencari kesempatan di dalam kesempitan yang dialami orang lain. Perbuatan ini sebenarnya perbuatan terlaknat. Di mana salahnya? Karena pendekatan kita selama ini pariwisata. Buka kesantunan manusiawi. Bukan kemuliaan berbangsa. Di sini letak salahnya. BBM memang sulit dicari. Tapi ada juga orang yang menjualnya sampai harga 20.000 rupiah per liter. Artinya lebih dari 4 kali lipat harga bissa. Ini perbuatan terkutuk. Tidak menggambarkan sikap beragama yang benar. Apalagi akan memakaikan kata adat bersendi syarak. Walau yang melakukan itu belum tentu orang Minang. Sebab pedagang itu tidak semuanya dan selamanya orang Minang. Ada juga dari suku lainnya. Tetapi karena terjadinya di tanah Minang, yah, akibatnya ranah ini jadi robek menderita fisik dan pencitraan. Air PAM sulit, listrik mati, akibat gempa. Tapi ada juga masjid yang pintar. Yang memerintahkan dibuka 24 jam. Menghidupkan genset masjid terus menerus. Memompa air sumur. Menyediakan air minum untuk penduduk lingkungan. Walau secara berkecil-kecil mereka telah berbuat.

Nampaknya sisi buruk dan baik selalu ada dalam kehidupan. Masyarakat yang arif, tidak semata melihat dari kacamata buruk saja. Masyarakat yang cerdas tidak pernah menggeneralisir yang buruk di tengah yang baik itu. Lihat jugalah perbuatan baik yang telah dilakukan. Di antaranya mengumpulkan bantuan dari mana saja. Membagikannya sampai ke daerah terpencil. Di Sumatera Barat kini, 7 kabupaten/kota amat parah menderita. Seperti Kota Padang ( 11 Kecamatan), Kota Pariaman (Utara Tengah, Selatan), Kabupaten Padang Pariaman (17 Kecamatan, 71 desa), Pesisir Selatan (12 Kecamatan), Pasaman Barat, Pasaman, Agam (Tanjung Mutiara, Tanjung Raya, Manggopoh, Palembayan, Malalak). Semuanya terjadi pada saat bersamaan. Hanya beberapa menit dan detik saja. Umat jadi kalut. Anak-anak menangis meraung. Gedung runtuh. Rumah terban. Negeri ditimbun longsor di Tandikek. Lebih 1.434 Masjid/Mushalla rubuh. Rusak berat dan ringan. Lebih 100 pasar yang hancur. Lebih 206.500 bangunan dan rumah yang hancur. Sebanyak 715 orang meninggal. Lebih dari 2.500 orang luka berat dan ringan serta yang hilang atau mengungsi. Berat penderitaan umat. Ini terjadi seketika. Sekejap mata. Bagaimana mengatasinya? Dalam kondisi seperti ini maka bantuan amat diperlukan. Sangat berguna. Pandai-pandailah berterima kasih. Ini adalah pelajaran besar. Ini adalah latihan besar. Kesatuan bangsa. Kegotong-royongan. Asa antakrahuu syai-an wa huwa khairun lakum … mungkin yang buruk menimpamu ada hal baik di balik itu. Husnudz-dzanlah kepada Allah. Nah, jika terjadi keterlambatan, anggaplah itu satu hal yang wajar. Mungkin saja, karena yang membantu, juga ada di dalam kesulitan yang sama. Bukan malah mencaci maki, menghujat, yang malah akan mengundang masalah baru.

Apa menemukan Kristenisasi di tengah gempa?

Selama ini belum terlihat. Mudah-mudahan tidak ada. Sungguhpun begitu harus hati-hati juga. Karena kada l-faqru an yakuuna kufran. Kefakiran sering membawa kepada kekufuran.

Tapi ada koreksi jauh terhadap umat Islam ini. Ketika umat Islam kurang berkeinginan membantu. Maka jangan disalahkan, kalau orang di luar Islam lebih banyak berbuat, dan mereka akan mendapat pujian. Ketika orang diluar Islam banyak berbuat, maka “tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah”. Sebenarnya kekuatan umat Islam itu ada pada kebersamaan. Saling sedekah, saling meringankan beban orang lain. Man salimal muslimun min lisanihi wa bi yadihi. Kalimat ini sering disebut, tetapi mulai lemah dalam pengamalannya. Semestinya umat Islam harus berani mengatai dirinya. Memulai dari yang lemah. Menghidupkan saling membantu. Ruhul infaq kita mulai hilang pula. Musibah sering terjadi ketika manusia terlalu cinta dan sayang terhadap hartanya. Takut hartanya habis jika bersedekah. Manusia menjadi kikir. Bersedekah justru membawa keberkahan, menambah kekayaan lebih banyak dan menyebabkan seseorang terhindar dari musibah. Seseorang yang senang bersedekah itu akan dicintai. Dibela dan didukung usahanya oleh masyarakat. Seseorang yang kikir, enggan bersedekah untuk kepentingan ummat, menyebabkan ia dibenci. Dijauhi, serta didoakan jelek oleh masyarakat. Kekikiran (kebakhilan) membuka jalan bagi datangnya musibah. Rasulullah SAW bersabda: “Sedekah itu akan menutup tujuh puluh pintu keburukan (musibah).” (HR. Ath Thabrani), dan juga Allah SWT berfirman: “Apa saja yang telah kalian nafkahkan (infaqkan) Allah akan menggantinya”. (Q.S. As Saba’: 39)

Sering Bantuan hanya diberikan kepada kelompok kita saja. Persis seperti disindirkan Allah di dalam Alquran, kullu hizbin bimaa ladayhim farihuun … Mereka lebih mementingkan kelompoknya saja. Ini juga perlu diawasi. Padahal semua umat Islam harus tahu akan kaedah man lam yahtamma bi amril muslimin fa laisa minhum. Artinya yang tidak mau tahu dengan urusan sesama muslim, sebenarnya mereka tidak pantas digolongkan ke dalam kelompok muslim itu.

Banyak masjid dan sekolah Islam roboh demikian pula lembaga-lembaga Islam Konsep dakwah ke depan idealnya seperti apa?

Bangun kembali. Jangan berhenti tangan mendayung. Mulai dari apa yang ada. Bawa umat kembali kepada ajaran agama. Jangan jadikan dakwah sekedar event pengisi acara di televisi, atau program selebriti. Ajarkan kembali akhlaqul karimah. Menjadi pekerjaan utama Diknas dan Depag. Depag jangan hanya fokus kepada urusan haji saja. Urusan shalat juga menjadi kerjaan Depag dan para ulama di negeri ini. Urusan membangun keluarga jannah mulai dengan perilaku yang santun, mulia dan saling membantu. Tidak mungkin masyarakat akan dapat dibangun kalau akhlaq dilupakan. Anggaran Negara bukan hanya teruntuk pendidikan sekuler, IT, dan keterampilan saja. Utamakan akhlaqul karimah. Dari sini akan bangkit masyarakat kuat. Berkaitan dengan gempa. Gempa tidak pernah membunuh. Cuma yang banyak membawa celaka itu adalah bangunan yang dibangun tidak menurut aturan. Di Ranah Minang, di Mandailing, bangunan-bangunan tradisional tidak rusak dan runtuh. Rumah gadang tetap utuh. Kenapa? Karena ada soko gurunya. Ada tiang tuanya. Begitu juga dakwah mesti ada soko gurunya. Soko guru dakwah adalah Kitabullah dan Sunnah Rasul. Perlu ada ulama yang teguh, istiqamah, qanaah, dan ikhlas mencari redha Allah.

Hubungan Manusia dengan alam, manusia serakah mengeksploitasi alam ?

Musibah merupakan ujian yang datang dari Allah SWT. Pada hakikatnya setiap manusia tidak menginginkan kedatangannya, baik ujian kehilangan harta benda, kecelakaan, maupun kematian, baik ujian itu besar maupun kecil. Meskipun demikian, ujian itu tetap datang kepada setiap manusia, kapan saja dan di mana saja. Walaupun manusia lari dari musibah itu, iapun tetap datang menghampirinya. Setiap musibah, dalam kaca mata “iman” adalah takdir atau ketentuan Allah. Segala sesuatu yang terjadi, semata atas izin dan ketentuan Allah. Tanpa izin dan ketentuan-Nya tidak mungkin musibah itu dapat terjadi. Musibah dapat datang karena manusia mengundangnya dengan melakukan perbuatan dan tingkah laku yang salah.

Musibah akan ditimpa musibah, karena melupakan Allah dan lalai atas segala perintah-perintah-Nya. Seseorang yang melupakan Allah, cepat maupun lambat, suatu saat musibah akan datang kepadanya. Allah SWT berfirman “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam dan berputus asa.” (Q.S. Al An’am: 44)

Musibah datang karena manusia berbuat kerusakan, seperti penebangan liar hutan dan lain-lain. Yang pada akhirnya akan berdampak negatif bagi manusia, seperti banjir, tanah lonsor dll. Manusia diminta untuk senantiasa akrab dan menjaga fungsi alam. Tidak boleh membuat kerusakan di permukaan bumi, agar bencana tidak datang menimpa. Alam difungsikan untuk menjaga keberadaan manusia, memberikan keselamatan terhadap kehidupan itu sendiri, dalam satu siklus hidup yang aman dan menyejahterakan manusia sepanjang masa.

Bumi akan diwariskan kepada hamba-hamba Allah yang baik-baik (shaleh). “… dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur – juga dalam Taurat, dan setiap kitab suci, -- sesudah (Kami tulis dan tetapkan di dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh.” (QS.21,al Anbiya’:105). []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar