Jumat, 05 Februari 2010

Tentang Derita Sumi

Muhammad Subhan

kutahu kau membenci setiap bayi yang lahir
dari rahimmu yang kotor, sumi
seperti kau juga membenci setiap lelaki yang meniduri
tubuhmu ketika malam meninggalkan sisa-sisa nafsu
dan birahi diantara ruang yang temaram
sebab tak disinari penerang dan sehelai selimut
yang menutup semua kebohongan yang kau tawarkan;
janji, rindu, cinta, dan tentu juga uang.

ketika malam ini tiga lelaki meniduri tubuhmu
untuk kesekian kali, seperti tanpa pamrih kau tersenyum
menyetujui semuanya tanpa merasa berdosa
bahwa benih yang mereka tanam juga akan
melahirkan bayi-bayi yang selalu kau benci itu.

tapi ketika malam telah larut dan tubuhmu
semakin tak berdaya menahan derita yang perih
kau malah berteriak menyumpah serapahi ibumu
yang telah lama terkubur di bumi
dan menumpahkan semua kesalahan itu padanya
mengapa dia telah melahirkan tubuhmu yang hina.

kutahu, batinmu yang suci itu diam-diam mengutuki
tubuhmu yang dekil, kotor dan berkubang lumpur dosa
tapi kau tak peduli semuanya
seperti ketidakpedulianmu pada
bayi-bayi yang lahir dan mati di rahimmu
setelah kenikmatan semu kau teguk
bersama anggur dan setumpuk uang yang diselipkan
lelaki hidung belang diantara blus biru kumuh dan lusuh
yang entah sampai kapan kau lunasi hutang kreditnya.

di malam menjelang pagi ini, sumi
entah mengapa tiba-tiba kau tadahkan tangan
tinggi ke angkasa dan berteriak sekuatnya sebelum nafasmu
yang terakhir lepas dari jasadmu yang dekil dan kotor
sekotor darah di rahimmu yang telah melahirkan bayi-bayi
kesekian kali untuk hidup lalu mati.

Rumah Puisi, 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar