Catatan: Muhammad Subhan
Pemerintah Kota Padangpanjang menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok dan Kawasan Tertib Rokok. Perda itu telah disahkan pada 5 November 2008 lalu. Gebrakan Padangpanjang itu diharapkan diikuti pula oleh kabupaten dan kota lainnya di Sumatera Barat.
Meski baru dilahirkan, namun dampak positif adanya Perda tersebut membuat masyarakat di Padangpanjang mulai menyadari bahaya serta ancaman rokok. Dan, Walikota Padangpanjang dr. H. Suir Syam menginstruksikan seluruh pegawai di lingkungan Pemko Padangpanjang untuk tidak merokok di ruangan kerja. Jikapun ada pegawai yang merokok dan sudah ketergantungan terhadap rokok, di kantor-kantor pemerintahan disediakan ruangan khusus bagi perokok (smoking area).
Setahun ke depan, Perda itu disosialisasikan kepada masyarakat Kota Padangpanjang bahkan konon kabarnya, perusahaan rokok tidak diperkenankan lagi mensponsori kegiatan-kegiatan tertentu di Padangpanjang termasuk pemasangan iklan/reklame di Kota Serambi Mekah itu.
Di Indonesia, bahaya rokok masih menjadi isu pinggiran. Pemerintah dan tokoh masyarakat (seperti ulama) masih setali tiga uang. Bahkan umumnya ulama di Indonesia hanya menganggap rokok hukumnya makruh (parahnya banyak ulama di Indonesia, termasuk di Sumatera Barat merokok!) berbeda dengan kebanyakan ulama di Timur Tengah, seperti Syaikh Abdul ‘Aziz bin Bazz, Muhammad al-Utsaimin, Yusuf al-Qardhawi, termasuk ulama di Malaysia dan Brunai Darussalam, memanfawakan bahwa rokok haram hukumnya.
Dari kesehatan bahaya rokok sudah tidak terbantahkan lagi. Bukan hanya menurut WHO, tetapi, lebih dari 70 artikel ilmiah serta penelitian sejumlah ahli membuktikan itu. Dalam kepulan asap rokok terkandung 4.000 racun kimia berbahaya, dan 43 di antaranya bersifat karsinogenik (merangsang tumbuhnya kanker). Akibatnya berbagai penyakit kanker mengintai, seperti: kanker paru-paru (90% kanker paru pada laki-laki disebabkan oleh rokok, dan 70% untuk perempuan), kanker mulut, kanker bibir, asma, kanker leher rahim, jantung koroner, darah tinggi, stroke, kanker darah, kanker hati, bronkitis, mati mendadak pada bayi, impoten pada pria, bahkan rusaknya kesuburan wanita.
Memang tidak ada yang mati mendadak ketika menghisap rokok. Dampak rokok baru terasa setelah 10-20 tahun pasca penggunaannya. Dan, dampak rokok bukan hanya untuk si perokok aktif (active smoker) saja, bahkan punya dampak yang sangat serius bagi yang tidak merokok (passive smoker). Yaitu, para perokok pasif ini akan mendapat racun dua kali lipat dari perokok aktif. Sangat tidak adil; tidak merokok tapi menghirup racun dua kali lipat. Menyikapi semua ancaman itu, Padangpanjang menyatakan komitmennya untuk berkata “tidak” terhadap rokok. Yang telah terlanjur dihimbau untuk segera “sadar” sebelum kematian mengancam.
Lalu, bagaimana dengan daerah lainnya di Sumbar? Agak sulit kiranya membuat kebijakan seperti yang dilakukan Pemko Padangpanjang, jika mungkin saja gubernur merokok, atau bupati dan walikota juga merokok. Wallahu a’lam. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar