Oleh: Muhammad Subhan
PROTES warga Kenagarian Gadut, Tilatang, Kabupaten Agam, tentang rencana PLN membangun jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di daerah mereka, saya kira perlu disikapi secara bijaksana. Pertanyaan sederhana, mungkin, apa keuntungan keberadaan SUTET bagi warga dan apa pula dampak yang akan ditimbulkannya?
Apalagi, konon kabarnya, pemasangan pancang-pancang rencana jaringan SUTET itu, tidak pula sepengetahuan warga. Berdasarkan laporan wartawan koran ini, setidaknya ada sekitar 15 tonggak pancang telah dipasang dengan kode ‘PLN BKT’ di beberapa jorong di Kenagarian Gadut (Haluan, 31 Januari 2007).
Keberadaan tonggak-tonggak pancang itu, tak seorang warga atau pejabat jorong setempat tahu siapa yang memancang. Akibatnya, beberapa warga merusak tonggak-tonggak yang dipancang itu. Warga cemas, jika benar daerah mereka dijadikan lokasi pemasangan jaringan SUTET, kesehatan warga merasa terancam.
Meski belum bisa dipastikan secara ilmiah bahaya dari SUTET, namun sebenarnya, ada sederetan bahaya serius yang mengintai bagi warga sekitar. Dari beragam kajian medis yang saya rangkum, ada pro dan kontra ihwal imbas negatif SUTET terhadap kesehatan manusia.
Studi yang dilakukan Wertheimer dan Leeper (1979) di AS, digambarkan adanya hubungan kenaikan risiko kematian akibat kanker pada anak dengan jarak tempat tinggal yang dekat jaringan transmisi listrik tegangan tinggi. Tapi, studi ini dikoreksi oleh ilmuwan lain, yakni Savitz dan Fulton yang justru menyatakan tidak ada hubungan antara tempat tinggal yang berdekatan dengan SUTET terhadap risiko kematian.
SUTET merupakan saluran atau hantaran udara untuk mentransmisikan daya elektrik pada tegangan 500.000 volt atau 500 kilo volt (kv). Tegangan setinggi ini diperlukan untuk menekan susut daya dan susut tegangan di saluran transmisi yang panjang.
Tegangan ekstra tinggi banyak dipakai di Eropa dan Asia . Tegangan ultra tinggi, 765 kv dan 1.100 kv dipakai di Amerika dan Rusia. Pada tegangan yang sangat tinggi ini, saluran udara dipilih karena biaya konstruksinya jauh lebih murah dibanding bila menggunakan kabel bawah tanah.
Bahaya elektrik pertama yang harus dihindari adalah sentuhan atau sengatan listrik. Tingkatan bahaya akibat sengat elektrik sebanding dengan besarnya arus yang mengalir melalui tubuh manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arus sengat baru akan terasa jika besarnya lebih dari 1 ma atau seperseribu Ampere.
Bahaya kedua adalah panas dan daya ledak SUTET saat terjadi hubungan singkat akibat kecelakaan atau kerusakan alat. Karena tegangannya sangat tinggi, arus yang sangat besar akan mengalir jika SUTET mengalami hubungan singkat.
Bahaya lain, adanya risiko tegangan bocor yang mungkin saja terjadi. Pada 1970-an di Kanada, Amerika dan Australia , sempat heboh adanya tegangan bocor dan pengaruhnya pada hewan ternak. Di sepanjang saluran transmisi terdapat konduktansi dan kapasitansi bocor. Arus mengalir melalui kapasitansi bocor dan kembali melalui tanah. Studi tentang tegangan bocor sampai hari ini belum pernah dilakukan di Indonesia .
Protes warga Gadut itu, membuktikan bahwa warga sudah cerdas dengan bahaya yang akan ditimbulkan SUTET. Jikapun rencana itu dilaksanakan juga, pejabat terkait, PLN khususnya, mesti melakukan sosialisasi, duduk mufakat dengan warga, sehingga tidak terjadi benturan-benturan yang tak diinginkan dikemudian hari. Bak pepatah Minang pula, “mengurai benang dalam tepung”. Benang tak putus, tepung pun tak berserak pula. []
(Dimuat di Haluan kolom Detak Jam Gadang Bukittinggi, 1 Februari 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar