Oleh: Muhammad Subhan
SAYA kaget ketika seekor nyamuk hinggap dan hendak menggigit lengan saya, sore kemarin. Ukuran tubuh nyamuk itu lebih besar dibanding nyamuk-nyamuk ‘usil’ lainnya yang berukuran kecil dan memang sudah sering ‘langganan’ menggigit tatkala saya nyenyak tidur.
Sekilas saya amati, tubuh nyamuk itu agak ‘seksi’, berwarna hitam dan belang-belang putih. Tiba-tiba saya ingat kata guru SD saya dulu bahwa itu adalah ciri nyamuk Aedes Aegypti, istilah lain nyamuk Demam Berdarah yang membawa virus Dengue yang berbahaya.
Spontan, nyamuk itu saya tepis. Tidak saya bunuh—karena kebetulan saya punya rasa ‘kepribinatangan’ sedikit. Terbanglah nyamuk itu, dan entah hinggap ke tubuh siapa lagi.
Namun, sejenak saya merenung, Padang Panjang yang kotanya bersih dan sesejuk ini kok masih ada nyamuk Demam Berdarah? Biasanya, daerah-daerah tropis dan bertemperatur udara tinggilah yang lebih berpotensi nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) hidup dan berkembang biak.
Saya memang belum sempat mencari data berapa kasus DBD di Dinas Kesehatan setempat. Namun, DBD sejak tahun-tahun sebelumnya sudah diurutkan pemerintah sebagai kasus Kejadian Luar Biasa (KLB). Ya, sebab angka penderitanya benar-benar luar biasa! Ribuan kasus dilaporkan terjadi di 14 provinsi. Dari jumlah itu, 75 di antaranya berujung maut.
Sebenarnya, kenapa DBD diurutkan menjadi penyakit dengan kategori KLB? Secara etiologi, DBD adalah penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh virus. Jika terserang virus itu, maka akan terjadi gangguan pada pembuluh darah kapiler dan sistem pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan yang juga menimbulkan kematian. Karena menggangu pembuluh darah, terjadi pula perdarahan-perdarahan.
Pembawa virus itu, nyamuk Aedes Aegypti, tidak dapat berkembang biak di selokan/got atau kolam yang airnya langsung berhubungan dengan tanah. Nyamuk ini biasanya pula menggigit manusia pada pagi atau sore hari.
Namun, Aedes Aegypti dapat berkembang biak di tempat penampungan air dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang, seperti: bak mandi, tempayan, drum, vas bunga, ban bekas, kaleng minuman, dll.
Gejala penyakit ini, biasanya penderita mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah lesu, suhu badan antara 38ºC sampai 40ºC atau lebih. Selain itu, juga tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang. Kadang pula terjadi perdarahan di hidung (mimisan) dan memungkinkan terjadi muntah darah atau berak darah.
Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin, berkeringat, perdarahan selaput lendir mukosa, alat cerna gastrointestinal, tempat suntikan atau di tempat lainnya. Kalau tak bisa juga disembuhkan, maka ajal tak segan-segan menjemput.
Karena berujung pada kematian itulah pemerintah mengkategorikan penyakit ini sebagai KLB. Pada setiap kesempatan, pemerintah melalui Dinas Kesehatan mengimbau, bila masyarakat menjumpai anggota keluarga atau tetangga di lingkungannya menderita DBD, segera dibawa ke Puskesmas untuk pemeriksaan trombosit.
Mencegah memang lebih mudah dari mengobati. Istilah 3M; Menguras, Menutup, Mengubur barang bekas yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk, adalah cara efektif untuk pencegahan.
Sebab, DBD tak pandang nyamuk ini berdomisili di mana; Padang Panjang, Medan, Jakarta, Irian Jaya, atau Bukittinggi sekalipun, si nyamuk akan tetap mencari mangsa. Mungkin sudah itu pula tugas yang diberikan Tuhan kepadanya.
Namun yang terpenting, saya kira, DBD bukan saja terjadi karena ada ‘niat’ si nyamuk hinggap di tubuh manusia, tapi juga karena ada ‘kesempatan’ binatang kecil itu menggigit. Karena itu, waspadalah, waspadalah! []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar